Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teater atau Drama Mengajarkan Pondasi Kisah Kehidupan Manusia, Perlu Regenerasi!

15 September 2023   11:14 Diperbarui: 15 September 2023   13:12 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa saja orang-orang yang menggeluti sastra dengan benar dan baik, termasuk sastra teater atau drama, maka sudah tentu akan tahu bagaimana menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati. Akan tahu paket sebab/masalah, konflik, dan akibat dalam setiap kisah kehidupan. Orang yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati karena bersastra, akan selalu menjadi pencegah utama terjadinya konflik karena tahu bahwa setiap konflik akan menimbulkan akibat yang mudarat mau pun bermaslahat.

(Drs.Supartono, M.Pd. / Supartono JW. 15092023)

Pengamat pendidikan nasional, sastra, dan sosial

Pengamat sepak bola nasional

Seiring perkembangan zaman, karya sastra drama atau teater dalam Kurikulum Merdekanya Nadiem Makarim, sekarang disebut Seni Teater dan masuk dalam materi pelajaran di sekolah, masih kurang mendapat perhatian. Pasalnya, generasi muda lebih senang menghibur dirinya dengan berselancar di berbagai media sosial. Hal ini tentunya berdampak bagi karya sastra drama yang sejatinya tetap diminati peserta didik dan masyarakat, tetapi masih kurang ujung tombaknya di  bidang sastra drama yang berkompeten.

Regenerasi tidak digarap

Lebih sedih, saat kini Indonesia sudah ditinggalkan oleh maestro-maestro di dunia teater, sebab tidak mudah lahir nama-nama besar seperti Teguh Karya, Arifin C. Noer, WS Rendra, dan N. Riantiarno yang saya sebut sebagai suhu teater di tanah air. Mereka menjadi panutan dan teladan untuk dunia teater Indonesia, karena apa yang sudah diperbuat untuk teater di negeri ini, bahkan diakui dunia.

Tapi miris, sekarang, saya malah melihat ada nama yang sama sekali belum teruji, bahkan di media sosial sudah sudah tampil diembel-embeli sebagai sastrawan. Padahal untuk mendapat gelar sastrawan, seniman, hingga dramawan dll, itu bukan sekadar asal tempel atau mengaku-aku. Ada prosesnya, ada rekam jejaknya. Menjadi sastrawan, seniman, dramawan dll, tidak bisa dengan cara seperti permainan dinasti politik, cara-cara oligarki, hingga model kolusi dan nepotisme. Sang sastrawan atau seniman atau dramawan, harus berjuang seperti keteladan Teguh Karya, Arifin C. Noer, WS Rendra, dan N. Riantiarno dalam dunia teater.

Karenanya, saat Seni Teater menjadi mata pelajaran yang kini di garap dalam Kurikulum Merdeka, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga jenjang SMA, saya berharap, ini menjadi kawah candradimukanya regenerasi lahirnya tokoh-tokoh teater di Indonesia. Minimal, peserta didik mulai dari SD hingga SMA, tahu apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana tentang teater atau drama. Berikutnya tahu apa yang didapatkan dari pelajaran seni teater atau drama untuk dirinya dan untuk orang lain.

Yang pasti, siapa saja orang-orang yang menggeluti sastra dengan benar dan baik, termasuk sastra teater atau drama, maka sudah tentu akan tahu bagaimana menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati. Akan tahu paket sebab/masalah, konflik, dan akibat dalam setiap kisah kehidupan. Orang yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati karena bersastra, akan selalu menjadi pencegah utama terjadinya konflik karena tahu bahwa setiap konflik akan menimbulkan akibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun