Di Indonesia juga masih sangat hangat kasus PPDB. Tentunya, PPDB yang menuai masalah bahkan hampir di seluruh Indonesia, akar masalahnya sama. Ada pihak yang tidak kompeten menerjemahkan aturan PPDB, sehingga aturan malah diselewengkan.
Lebih parah lagi, pondasi yang seharusnya menjadi kawah candradimukanya generasi Indonesia yang berkarakter, cerdas, kaya pikiran dan kaya hati, masih terus diselimuti oleh masalah yang sama. Guru/dosen yang menjadi ujung tombak pendidikan di Indonesia, dipenuhi guru-guru yang masih jauh dari kompetensi sesuai standar yang seharusnya.
Dalam kemasyarakatan, berapa banyak kegiatan yang diampu, dikelola, dipimpin, oleh-orang yang tidak ahli di bidangnya. Tentu tidak dapat dihitung. Sampai berapa ribu pelatih sepak bola akar rumput atau olah raga lain yang seharusnya tidak berada di akar rumput Indonesia karena belum kompeten, tetapi mereka malah bebas berada dan menjadi pelatih yang notabenenya, anak-anak usia dini dan muda, yang di sekolah formal saja, minimal gurunya berpendidikan sarjana.
Inilah kisah di Indonesia yang terus hadir mengalir melebihi mata air. Siapa yang dapat menghentikannya? Mereka yang seharusnya menjadi pencerah, panutan, dan teladan, justru terlibat di dalamnya. Malah terus mengambil bagian. Takut kehilangan yang bukan miliknya. Malah dijadikan senjata untuk menjajah. Terus bersembunyi di balik kata-kata untuk dan demi rakyat, misalnya.Â
Negeri ini pun semakin hanyut dalam orkestra di semua lini, dipenuhi pemimpin dan orang-orang yang tidak kompeten, tetapi menduduki jabatan dan tugas/pekerjaan yang tidak semestinya diemban oleh mereka.
Kehancuran, kekacauan
Atas masalah kompetensi ini, dalam agama Islam sudah diajarkan. Dan, yakin juga di semua agama, diajarkan hal yang sama. Bahwa menyerahkan urusan, kepemimpinan, tugas, pekerjaan, kegiatan, program atau sebuah masalah dll bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancuran atau kekacauan.
Jika sebuah urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka hal itu adalah "amanah yang disia-siakan".
Bila amanah itu disia-siakan, maka tunggulan kehancuran atau kekacauan. Masalah tak terseselaikan. Tugas, pekerjaan dll tidak dijalankan dengan benar dan baik.
Diajarkan pula bahwa barang siapa yang memegang kuasa, lalu dia memberikan suatu tugas kepada seseorang, sedangkan dia mengetahui bahwa ada orang yang lebih baik daripada orang itu, dia telah mengkhianati sang Pencipta.
Andai saja, di Indonesia, di semua lini kehidupan sampai di sekeliling kita, segala hal dan urusan diserahkan kepada ahlinya, berdasarkan kompetensi, keilmuannya, bukan atas dasar kolusi, nepotisme, balas jasa, atau bagi-bagi jabatan, yakin akan ada yang layak menjadi teladan.