Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang yang Tahu bahwa Dirinya Tahu, Punya Uang dan Waktu

1 Juli 2023   15:53 Diperbarui: 1 Juli 2023   15:55 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Pertanyaan untuk diri saya: Apakah saya orang yang tahu bahwa diri saya tahu? Saya punya uang dan waktu untuk kemaslahatan diri, keluarga, dan masyarakat? Saya tidak takut kehilangan yang bukan milik saya? Saya mau membagikan yang menjadi hak orang lain?

(Supartono JW.01072023)

Menurut Imam Al-Ghazali, manusia dibedakan atas 4 digolongkan. Beberapa kali sudah saya tulis dengan kesimpulan,
(1) Ada orang yang tahu bahwa diri tahu.
(2) Ada orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu.
(3) Ada orang yang tidak tahu bahwa dirinya tahu.
(4) Ada orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.

Pertanyaannya, sepanjang hidup dan kehidupan di dunia yang sudah saya, kita lalui, saya, kita, termasuk golongan nomor berapa, ya?

Yang pasti, bila saya, kita termasuk golongan yang nomor (4), apakah saya, kita mau membohongi diri sendiri? Membohongi/menipu orang lain? Bagaimana berbohongnya, bagaimana menipunya, coba?

Orang kaya pikiran dan hati


Bila saya, kita, adalah termasuk golongan orang nomor (1), apakah ada orang yang membantu masyarakat dalam berbagai lini kehidupan, karena pamrih. Karena ada keluarga kita di dalamnya. Karena berharap masyarakat menghargai saya, kita?

Sekadar pamer, riya. Riya adalah satu di antara perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Riya termasuk ke golongan perbuatan tercela dalam Islam. Perbuatan ini digambarkan sebagai seseorang yang melakukan suatu amalan yang bertujuan pamer agar bisa dilihat baik oleh manusia lainnya?

Atau demi untuk mendapatkan suara. Untuk kursi jabatan dan kedudukan. Tetapi setelah mendapatkannya, malah rakus. Lupa dari mana suara yang mengantar duduk di kursi. Lalu, jadi maling , mengambil atau mencuri, korupsi uang rakyat, demi kepentingan diri dan kelompoknya?

Jawabnya banyak orang yang seperti itu. Karena menjadi orang yang tahu bahwa dirinya tahu, justru memanfaatkan kelebihannya bukan untuk bersyukur, tetapi malah untuk berbuat yang tidak maslahat, licik, bahkan sampai membodohi, dan memanfaatkan orang lain untuk keuntungan dirinya.

Tetapi, meski demikian, lihatlah di sekeliling kita. Banyak orang yang tetap menyadari dan memahami, bahwa banyak orang lain yang membutuhkan uluran tangan "bantuan" dalam berbagai hal. Karena hingga saat ini, kondisi masyarakat Indonesia masih belum sesuai harapan seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Masyarakat tetap merasakan ketidakadilan dan penderitaan. 

Golongan orang nomor (1) malah terus memanfaatkan situasi dan kondisi. Terus takut kehilangan yang bukan milik. Terus bermain-main dengan politiknya, dinastinya, oligarkinya, sesuai arahan dari yang punya skenario dan sutradara. Luar biasa.

Berbanding terbalik dengan golongan orang nomor (1) yang disebut elite dan pemimpin di negeri ini, rakyat jelata yang tergolong orang nomor (1), tetap memiliki kemampuan pemikiran dan perbuatan, mereka, tidak harus menunggu kaya harta dulu, tidak pula harus menipu dan korupsi, tetapi tetap dapat membantu masyarakat dengan kekayaan pikiran dan hatinya. Tidak harus menunggu kaya harta.

Di sisi lain, banyak rakyat jelata yang tetap meneladani para elite dan pemimpin negeri ini, juga tergolong orang nomor (1), berpikir dan perbuatannya, dalam hidup dan kehidupan di dunia ini hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, malah sibuk memupuk kekayaan hartanya yang bahkan dengan cara tidak hak. 

Ini sama dengan perbuatan memiskinkan pikiran dan hatinya, tetap hidup tanpa tahu diri, tanpa peduli kepada sesama. Hak orang lain pun, diambilnya.

Menyedihkan lagi, mereka tidak punya waktu untuk lingkungan dan orang lain, meski menjadi bagian di dalamnya, sebab dibutakan mata dan hatinya oleh sikap individualis, egois, materialistis. 

Sepertinya mereka sudah terbiasa hidup untuk diri sendiri. Atau terbiasa hidup miskin harta. Lalu, menjadi orang kaya baru (OKB). Maka, tidak pernah ada pemikiran bahwa harta dan kekayaan di dunia tidak pernah akan di bawa ke kuburan, saat menghadap Tuhan. Untuk mempertanggungjawabkan amal dan perbuatan.

Orang-orang seperti ini, biasanya, memperlakukan smartphone yang setiap detik ada digenggamnya, hanya difungsikan untuk kepentingan dirinya, untuk sesuka-sukanya, untuk hobinya Mudah sekali mengabaikan pesan dan informasi yang dishare atau dibagikan dalam grup. 

Padahal grup yang menge-share atau membagikan informasi, komunikasi utamanya hanya melalui medsos tersebut.

Sekarang mudah sekali saya, kita, menjumpai orang-orang yang tidak peduli, tidak respek, tidak tahu diri, tidak tahu diuntung, dll, meski mereka orang-orang yang pernah makan dunia pendidikan. Yang seharusnya cerdas memahami hingga menyikapi situasi, minimal dengan memberikan repson atau tanggapan di grup medsos seperti WA.

Diteladani anak-anak

Semua perilaku tersebut, kini begitu diteladani oleh anak-anak Indonesia. Bahkan, menyangkut smartphone yang oleh Mendikbudristek, Nadiem dijadikan alternatif senjata utama untuk Merdeka Belajar, bagi anak-anak usai dini dan muda, smartphone pun sudah menjadi alat untuk sekadar main game. 

Karakter luhur budi, santun, punya simpati-empati, tahu diri, rendah hati, malah tersingkir oleh keberadaan smartphone yang menjadi berhala baru buat mereka. Tidak ubahnya seperti yang diteladankan oleh para orangtuanya, para elite dan pemimpin di negeri ini.

Ke mana ajaran guru atau dosen di sekolah dan kuliah dipraktikkan? Di mana disebarkan ajaran kebenaran dan kebaikan sesuai yang disampaikan dan diajarkan di Agamanya masing-masing.

Semua perihal tersebut, dan perihal yang lain-lain, sangat mudah dijumpai di sekeliling kita masyarakat kita, bangsa dan negara kita.

Kehilangan waktu

Semakin hari, semakin minggu, bulan, tahun, di negeri ini, waktu seperti tidak berharga. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, kini hanya slogan.

Padahal menurut HR. Al Hakim,
"Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka." 

Menyoal waktu, dalam kehidupan di dunia, selalu juga akan dikaitkan dengan uang. Maka, ada slogan: waktu adalah uang.

Saya kutip dari buku Unlimited Wealth karya Bong Chandra, ada empat tipe orang terkait uang dan waktu.
(1) Punya waktu, tetapi tidak punya uang.
(2) Punya uang, tetapi tidak punya waktu.
(3) Tidak punya waktu dan tidak punya uang.
(4) Punya uang dan punya waktu. 

Bagaimana penjelasnnya?
(1) punya waktu, tetapi tidak punya uang.

Golongan ini biasanya hanya suka bermain-main. Kumpul-kumpul hanya sekedar bermain dan bersenang-senang. Tidak berpikir tentang esok dan masa depan. Hanya memikirkan hari ini. Ada yang menyebut,  golongan ini hanya pengangguran.

(2) Punya uang, tetapi tidak punya waktu

Biasanya, orang dalam golongan ini bekerja lebih dari 12 jam, 360 jam sebulan, dan 4.320 jam setahun. Mereka mempunyai uang yang banyak, tetapi mereka tidak bisa menghabiskan waktu yang berkualitas bersama orang-orang yang dicintainya. 

Mereka memiliki semuanya, tetapi tidak menikmatinya. Biasanya tidak berbagi. Pelit dan kikir.

(3) Tidak punya waktu dan tidak punya uang

Golongan ini yang paling buruk. Mereka sangat sibuk bekerja. Tetapi tidak mempunyai waktu dan uang. Mereka bekerja keras hingga akhir bulan, tetapi gaji mereka habis untuk menghabiskan kewajiban. Seperti biaya transpor dan makan saat bekerja. Membayar tagihan dan utang yang mereka miliki. Hidupnya harus gali lubang tutup lubang. 

(4) Punya uang dan punya waktu

Golongan ini yang paling baik. Mereka mempunyai uang dan sekaligus waktu. Dapat memanfaatkan moment terbaik dalam hidupnya. Untuk keluarganya. Untuk orang di sekelilingnya.

Mau berbagi dan membantu orang lain/pihak lain, bukan karena anak/saudanya ada dalam kegiatan yang dibantu, dll. Punya waktu untuk pekerjaan, diri sendiri, keluarga, orang lain, lingkungan, dan kegiatan yang diikuti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun