Merealisasikan janji yang digemakan, adalah amanah yang wajib dituntaskan.
(Supartono JW.Ramadan28.1444H.19042023)
Yth. Ketua Umum PSSI, Bapak Erick Thohir
Pengantar
Rabu, 19 April 2023 adalah tepat 93 tahun usia PSSI. Ini pun bertepatan dengan hari ke-28 Ibadah Ramadan 1444 Hijriah. Terlebih dalam fase 10 hari ketiga. Semoga di usia ke-93 PSSI di bulan penuh berkah ini, PSSI akan membawa sepak bola Indonesia benar-benar bangkit. Apalagi di peringatan usia yang kurang 7 tahun menuju satu abad, niatan PSSI dapat diwujudkan. Tidak ada pihak yang menciderai sportivitas olah raga, hingga batalnya Indonesia menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023, karena KEPENTINGAN.
Kendati di usia ke-93 ini, baru ada rencana yang nampaknya serius akan dilakukan oleh Ketua Umum PSSI, yaitu menyentuh PONDASI SEPAK BOLA NASIONAL=SEPAK BOLA AKAR RUMPUT.
Bila ini benar dan akan diwujudkan, seperti sudah diulas oleh berbagai media massa, bahwa PSSI akan menjadikan momen ulang tahun ke-93 pada 19 April 2023 sebagai momen berbenah. Yaitu, akan merestrukturisasi sepak bola Indonesia sejak dari akademi U-9 melalui Sekolah Sepak Bola (SSB), sekolah dan akademi klub yang terafiliasi dengan PSSI. Seperti yang disampaikan oleh Exco PSSI Arya Sinalungga, yang kini seolah menjadi juru bicara (jubir) PSSI. Menyebut bahwa di bawah kepemimpinan Erick Thohir, sepak bola Indonesia bakal dikembangkan dalam usia berjangka mulai dari U-9, U-10, U-12, U-14, U-16.
Pak Erick, semoga itu benar, ya. Bukan sekadar janji. Bila benar, maaf, di kesempatan HUT ke-93 PSSI ini, saya kembali menyampaikan SURAT TERBUKA untuk Bapak. Sebelumnya, Surat Terbuka (1) saya tayangkan di Indonesiana. Tempo, sudah saya tulis untuk Bapak, pada 23 Maret 2023. Namun, hingga detik ini, saya belum pernah melihat atau membaca, Pak Erick menanggapi.Â
Bila dalam Surat Terbuka kedua ini, tidak lagi ada respon dari Bapak, saya tidak masalah. Â Saya tetap mengabdi untuk kemajuan pendidikan dan sepak bola Indonesia.
Yang perlu Pak Erick tahu, dalam sepak bola, saya mendirikan Klub Sepak bola pada tahun 1990 di Jakarta Timur, saat itu saya masih aktif sebagai pemain. Belum menikah. Berikutnya, saya dirikan SSB Sukmajaya pada tahun 1998. Saya sudah menikah tahun 1993, tetapi anak pertama saya lahir pada 1995 (perempuan), dan anak saya kedua laki-laki pada tahun 2003. Apa artinya? Saya mendirikan Klub mau pun SSB, bukan karena untuk anak saya, tetapi untuk masyarakat, Â untuk Indonesia.
Tidak berhenti di situ, untuk mengakomodir siswa SSB Sukmajaya yang lulus, saya dirikan Sukmajaya FC pada 2004.Juga untuk masyarakat dan Indonesia. Hingga kini, SSB Sukmajaya jelang 25 tahun, Sukmajaya FC jelang 19 tahun. Tidak mudah mengelola dan membuatnya tetap hidup. Waktu, tenaga, uang, sudah melimpah di dalamnya, hanya dengan kekuatan dari diri sendiri dan para orangtua siswa yang peduli. Tidak ada bantuan dari stakeholder terkait.
Namun, karena sejak awal saya ikhlas menggeluti sepak bola, maka semua tetap dapat berjalan mengalir dengan benteng kompetensi, intelegensi, dan personality, yang terus saya pelajari dan kembangkan. Karena hakikat hidup sebagai makhluk individu, beragama, berbudaya, dan makhluk sosial.
Awalnya, saya malas menulis hal sepak bola nasional
Pak Erick, catatan saya mengenai sepak bola akar rumput, sejarahnya, permasalahannya, alternatif solusinya, sudah saya tulis dalam ratusan bahkan sampai ribuan artikel yang tersebar di berbagai media cetak dan online.
Saat itu, sebagai kolumnis pendidikan nasional di beberapa media cetak, sebelum terjun sebagai kolumnis sepak bola nasional, sejatinya saya, maaf, malas menulis dan mengulik tentang sepak bola nasional. Pasalnya, sejak PSSI didirikan hingga tahun 1998, sepak bola akar rumput, tidak pernah menjadi prioritas PSSI. Padahal dia adalah PONDASI TIM NASIONAL SEPAK BOLA INDONESIA.
Pada akhirnya, saya didorong oleh Almarhum Ronny Pattinasarany dan salah satu wartawan Tabloid GO, saat tahun 1999, PSSI di bawah kepemimpinan Agum Gumelar, dengan Direktur Pembina Usia Mudanya, Ronny Pattinasarany, menggelar event Sekolah Sepak Bola (SSB) resmi pertama di Indonesia, untuk aktif sebagai kolumnis sepak bola.
Peristiwanya adalah digelarnya Kid's Soccer Tournament PSSI yang disponsori oleh Matahari Dept. Strore dan Tabloid GO. Event resmi PSSI pertama sekaligus terakhir, yang dihelat PSSI, untuk menggaungkan dan meresmikan nama SSB baku, di Indonesia. Peserta percontohannya hanya 16 SSB yang dipilih dan dipilih oleh Ronny.
Berikut adalah SSB yang terpilih dan dipilih dalam turnamen perdana yang berlangsung di Stadion GMSB Kuningan, Jakarta, 3-11 Juli 1999 dan mencatatkan sejarah sebagai SSB yang mengikuti turnamen SSB perdana secara resmi yang digelar oleh PSSI, yaitu: AS IOP, Bina Taruna, Mutiara Cempaka, Sukmajaya, Gala Puri, Bekasi Putra, Pelita Jaya, Jayakarta, BIFA, Pamulang, Harapan Utama, Bintaro Jaya, Bareti, Camp 82, Depok Jaya dan Kemang Pratama. Dari 16 SSB peserta turnamen SSB resmi tersebut, dapat dilihat, hingga kini mana SSB yang bertahan.
Di dalam event tersebut juga digelar beberapa kali diskusi pembina dan pelatih untuk 16 SSB peserta. Diskusi selalu dipimpin langsung oleh Ronny Pattinasarany.
Saat diskusi itulah, saya selalu aktif memberikan masukan dan saran untuk sepak bola akar rumput dan bagaimana membuat SSB ada kepastian dan diurus dengan benar oleh PSSI karena sebagai pondasi sepak bola nasional.
Ternyata, aktifnya saya dalam diskusi, menjadi perhatian khusus bagi Tabloid GO. Sehingga, salah saya wartawannya, meminta saya menuliskan apa yang saya sampaikan dalam diskusi, untuk ditayangkan dalam kolom opini sepak bola di Tabloid GO.Â
Jadilah saya menulis artikel sepak bola pertama di Tabloid GO dengan judul: "Memantapkan Kedudukan SSB (Selasa, 10 Agustus 1999).
Namun, usai Kid's Soccer, ternyata, tidak ada kelanjutan dari apa yang saya bicarakan mau pun apa yang terus saya tulis menyoal SSB dan sepak bola akar rumput.
Aktif menjadi Kolumnis Sepak Bola Nasional di Tabloid GO sejak 1999, saya pun mendapat penghargaan menjadi Kolumnis dengan label, Pengamat Sepak Bola Nasional oleh Tabloid GO. Andai Tabloid GO masih hidup, sampai sekarang pun saya tentu masih dengan ringan hati, mengisi kolom oponi di dalamnya.
Sampai Tabloid GO tutup, ternyata apa yang saya gemborkan, saya suarakan untuk Sepak Bola Akar rumput, tetap tidak ada kemajuan.
Saya pun sempat melayangkan Surat Terbuka dalam majalah Garda melalui artikel dengan judul "Delima Sekolah Sepakbola" yang tayang pada 21 Februari 2001.Â
Apakah ada perubahan di sepak bola akar rumput? Jawabnya, tidak dan tidak.
Padahal, semangat Ronny saat itu luar biasa. Ronny bahkan menginisiasi lahirnya Kursus Asisten Pelatih Remaja Youth Assistan Degree (YAD)! agar para pembina dan pelatih SSB khususnya yang ada di Jabodetabek, memiliki kompetensi  mengampu sepak bola akar rumput dengan benar.
Ketika itu belum ada kursus Lisensi Pelatih D sampai A, Yang ada masih Lisensi S-1, S-2 dll.
Kursus  di gelar pada 19-25 November 2000 di Diklat Ragunan dengan panitia penyelenggara IM DKI Persija Selatan, di bawah naungan Pengda DKI, dengan instruktrur langsung Ronny Pattinasarany, Yopie Lepel, dan Eddy Simon. Peserta kursus diprioritaskan dari tim peserta Kid's Soccer Tournament. Di antaranya ada Ely Idris, yang setiap pagi menjadi teman diskusi di kamar saya.
Sayang, Kursus itu pun menjadi yang pertama dan terakhir. Namun, sebagai Ketua Kelas Kursus, saya menyempatkan membuat Album Kenangan yang berisi biodata peserta kursus, sehingga, sampai sekarang saya dapat mengamati rekan-rekan alumni yang masih aktif di sepak bola dan mana yang sudah tidak aktif.
Selepas Tabloid GO tutup, jujur, saya malas melanjutkan menulis tentang sepak bola, namun bertemu dengan Yusuf Kurniawan  (Yuke) yang sebelumnya juga wartawan Tabloid GO dalam Kompetisi Liga TopSkor yang digagasnya, adrenaline saya khususnya untuk memperjuangkan sepak bola akar rumput dibangkitkan lagi oleh Yuke. Yuke meminta saya aktif lagi dengan menjadi kolumnis sepak bola nasional di Harian TopSkor. Ratusan artikel saya kirim ke Harian TopSkor.Â
Perjuangan via Harian TopSkor untuk sepak bola akar rumput belum berhasil, Harian TopSkor pun ikutan tutup seperti Tabloid GO.Â
Kini, saya pun ikutan malas menulis artikel tentang pendidikan dan sepak bola di media cetak yang ada. Namun tetap menyuarakan isi hati via media online bernama Kompasiana. Kompas dan Indonesiana. Tempo.Â
Hanya dua media online tersebut yang dapat mendeskripsikan apa yang ada dalam pikiran dan hati saya menyoal pendidikan, masalah sosial, hingga masalah sepak bola nasional.
Pikiran dan tenaga saya dipakai PPKGBK
Saya juga berterima kasih kepada Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) di bawah naungan Kesekretariatan Negara, sebab membaca artikel saya di media online ini, karena saya menulis solusi agar GBK tidak diperlakukan anarkis oleh suporter, justru percaya kepada saya, lalu mengundang saya sebagai Nara Sumber untuk pencegahan suporter agar tidak anarkis lagi, sampai tuntas, hingga saya presentasi di seluruh jajaran Direktur dan Direktur Utama.Â
Saya pun membalas dengan melahirkan PESSI, yaitu Program Edukasi Suporter Sepak Bola Indonesia, yang saya tulis pada 5 Februari 2018.
Tolong jangan hanya janji, saya menunggu realisasi
Perajalan panjang saya berjuang untuk sepak bola akar rumput secara nyata di SSB Sukmajaya yang saya dirikan sejak 10 Juni 1998, sekarang jelang usia 25 tahun, lalu saya terus aktif menulis tentang sepak bola nasional, khususnya sepak bola akar rumput, nyatanya pikiran, waktu, dan tenaga saya baru dimanfaatkan dengan benar dan baik oleh PPKGBK.Â
Bahkan hanya dengan satu artikel yang isinya, saya memberikan alternatif solusi menangani suporter agar tidak rusuh dan anarkis, satu artikel itu, CUKUP AMPUH, membuat saya dapat menjadi NARA SUMBER di PPKGBK, bukan di PSSI.
Tahun 2012, SSB di Depok saya akui sebagai Anggota Pengcab
Pak Erick, saya juga sempat ingin masuk menjadi bagian dari PSSI.
Saat itu, saya pun menjadi salah satu pelamar Sekjen PSSI, yang pada akhirnya, terpilih Sekjen Ratu Tisha. Sebab, selain kapasitas saya di dunia pendidikan dan sepak bola, saya juga memiliki pengalaman yang tidak baik-baik saja saat tiga Periode Kepenguran Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Depok duduk sebagai Pembina Usia Muda, karena SSB tetap belum diurus dengan benar oleh PSSI pusat.
Karenanya di masa terakhir saya menjabat Pembina Usia Muda di Pengcab PSSI Depok, saya dengan yakin dan berani, seizin segenap Pengurus, melalui event SSB sesuai Program SSB Sukmajaya, setelah semua SSB di Kota Depok memenuhi syarat yang saya standarkan, SSB di Kota Depok, menjadi Anggota Pengcab PSSI Depok pada tahun 2012.
Saya yakin, saya adalah satu-satunya Pembina Usia Muda Pengcab PSSI di Indonesia, yang mengelurkan sertifikat resmi untuk SSB sebagai Anggota Pengcab. Bukan lagi sekadar afiliasi.Â
Bila Pak Ercik mau tahu alasannya, jawabnya lengkap dan sangat komprehensip di artikel-artikel saya serta di pemikiran saya.
Merealisasikan janji yang digemakan, adalah amanah yang wajib dituntaskan oleh manusia sebagai mahkluk individu, beragama, berbudaya, dan mahkluk sosial. Apalagi bila janjinya diucapkan di Bulan Penuh Berkah dan Ampunan.
Demikian surat ini. Mohon menjadi perhatian.Â
Selamat HUT PSSI ke-93, jangan hanya usia.yang semakin tua, jangan hanya janji-janji yang sering menggema. Saya, kita semua, publik sepak bola nasional ingin melihat realitasnya.Â
Depok, 19 April 2023
Drs. Supartono, M.Pd.
Pengamat Pendidikan Nasional dan Sosial
Pengamat Sepak Bola Nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H