Ketupat/kupat, menjadi keseharian
Bagi saya, kita, yang telah memahami sejarah, filosofi, dan makna ketupat, lalu menyantap hidangan makanan yang di dalamnya ada ketupat/kupat, kemudian paham bahwa makan ketupat/kupat adalah tentang mengakui kesalahan kepada atau di hadapan orang lain yang saya, kita sakiti, zalimi, tentu saat menyantap makanan yang ada ketupatnya, bukan saja saat Hari Raya Idul Fitri, tetapi di hari-hari yang lain, akan selalu mengingatkan saya, kita, atas kesalahan dan dosa yang telah saya, kita perbuat baik kepada sesama manusia mau pun dosa-dosa kepada Allah.
Memahami filosofi ketupat, juga akan membuat saya, kita dapat selalu instrospeksi dan merefreksi di setiap hari, sadar dan tahu diri tentang:
a. Lebar=pintu ampunan
b. Luber=rezeki melimpah dan beramal
c. Lebur=dosa yang dilebur karena "taat"
d. Labur/kapur=putih, suci.
Bagi yang baru memahami sejarah, makna, dan filosofi ketupat/kupat, maka di Idul Fitri 1444 Hijriah ini, jadikan tonggak bahwa ketupat/kupat itu sama dengan Idul Fitri, kembali ke suci, fitrah, karena menjalankan ibadah Ramadan karena Allah, untuk mendapatkan rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka Nya.
Berikutnya, ditutup dengan mengakui kesalahan kepada orang lain. Maka, itulah hakikat Idul Fitri yang diawali dengan amalan ibadah Ramadan dan diakhiri Salat Idul Fitri, identitik dengan ketupat/kupat.
Semoga, saya, kita, masih diberikan kesempatan menikmati ketupat/kupat yang sama dengan Idul Fitri. Semoga, saya, kita, menjadi kelompok orang-orang yang  lebar, lebur, luber, dan labur, yaitu mendapat ampunan, mendapat rezeki dan dapat beramal, dosanya dihapus atau leber, serta menjadi putih, suci, kembali ke fitrah. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H