Berpikir sudah tidak realistis, yaitu cara berpikir ketika orang tersebut mampu memperhitungkan sesuatu sesuai kemampuannya dan tidak lagi memegang prinsip atau ideologi yang dinilai tidak relevan dengan kenyataan hidupnya.
Karenanya, manusia-manusia yang demikian sampai berubah menjadi orang yang: Takut Kehilangan yang Bukan Milik. Milik orang lain saja ingin dikuasai, diambil alih, dicuri, dikorupsi, dan sejenisnya.Â
Orang-orang semacam ini, jelas sudah tidak ada rasa cinta untuk dirinya, keluargaya, Tuhan, situasi dan kondisi kebudayaan, dan terhadap lingkungan sosial.
Agar menjadi manusia
Agar saya, kita, tidak menjadi manusia: Cinta yang Serakah atau Takut Kehilangan yang Bukan Milik, paham dan tahu sebagai makhluk beragama dan makhluk (individu, berbudaya, dan bersosial). maka
Pertama, sebagai mahkluk beragama, dalam pandangan tasawuf, ada yang disebut mahabah artinya mencintai Allah yang di dalamnya mengandung arti patuh kepada-Nya sekaligus membenci sikap yang melawan kepada-Nya.Â
Sesuai KBBI, mahabah adalah perasaan kasih sayang, lupa akan kepentingan diri sendiri karena mendahulukan cintanya kepada Allah.
Dikutip dari buku Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir, ada empat jenis mahabah, yaitu:
(1) Mahabah (cinta kepada Allah), inilah pokok dari keimanan.
(2) Cinta dan benci karena Allah. Hukumnya adalah wajib.
(3) Cinta bersama Allah. Ini sama artinya dengan selainnya dalam cinta yang wajib, seperti cintanya orang-orang musyrik pada tuhan-tuhan mereka. Ini adalah pokok dari kesyirikan.
(4) Cinta yang alami, seperti cinta kepada kedua orang tua, anak, makanan, dll.
Kedua, sebagai mahkluk individu, berbudaya, dan bersosial, mencintai sesama di artikan bahwa setiap manusia dilarang saling menyakiti , harus bisa saling menghargai perbedaan yang ada agar tercipta kerukunan.
Sebab, sesuai hakikatnya sebagai makhluk individu, manusia sebagai diri pribadi merupakan makhluk yang diciptakan secara sempurna oleh Tuhan. Sebagai mahluk berbudaya, manusia memiliki akal dan budi atau pikiran dan perasaan untuk memenuhi tuntutan jasmani dan rohani yang akhirnya menimbulkan kebahagiaan.
Akhirnya, manusia sebagai makhluk sosial, manusia adalah warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain, orang lain, pihak lain.