Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

(23) Mencintai yang Realistis

14 April 2023   11:34 Diperbarui: 14 April 2023   11:37 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian, manusia sebagai mahluk berbudaya, maksudnya manusia memiliki akal dan budi atau pikiran dan perasaan. Dengan akal dan budi manusia berusaha terus menciptakan benda-benda baru untuk memenuhi tuntutan jasmani dan rohani yang akhirnya menimbulkan kebahagiaan.

Lalu, manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain, orang lain, pihak lain.

Sesuai hakikat tersebut, sebagai makhluk paling sempurna, dibekali akal-pikiran dan hati, maka rasa cinta menjadi perwujudan  nyata dari proses kehidupan manusia sebagai makhluk individu, beragama, berbudaya, dan bersosial.

Manusia yang berakal dan memiliki hati nurani. Sudah melalui proses kehidupan, sudah pasti akan sayang pada dirinya. Akan cinta kepada Tuhan, Akan berbudi pekerti luhur, dan tahu bahwa hidup tidak bisa sendiri. Semua itu, mustahil bila dalam prosesnya dijalani tanpa dasar cinta.

Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna cinta adalah suka sekali, kasih sekali, terpikat, ingin sekali; berharap sekali, rindu, susah hati (khawatir), risau.

Dalam kehidupan, praktik cinta manusia ini tumbuh menjadi mencintai, yaitu menaruh kasih sayang kepada dirinya, keluarga, orang lain, Tuhan, budaya, dan lingkungan sosial.

Namun dalam praktiknya, sebab tidak mencintai, maka langkah-langkahnya pun tidak dapat tercapai sesuai tujuan.

Sebaliknya, banyak manusia yang justru dalam mencintai sesuatu tidak wajar, berlebihan, sampai serakah. Sehingga Teater Koma pun memanggungkan pementasan berjudul: "Cinta yang Serakah", di GBB TIM pada 7-22 Juni 1996.

Bila dimaknai secara sederhana, Cinta sama dengan suka sekali. Sementara, yang adalah kata untuk menyatakan bahwa kata atau kalimat yang berikut diutamakan atau dibedakan dari yang lain atau kata yang menyatakan bahwa bagian kalimat yang berikutnya menjelaskan kata yang di depan atau kata yang dipakai sebagai kata pembeda.

Dan, serakah maknanya adalah selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki, loba, tamak, rakus, maka Cinta yang Serakah dapat dipahami sebagai suka memiliki lebih dari yang dimiliki atau suka loba, tamak, dan rakus.

Nah, manusia-manusia yang tamak dan rakus ini, adalah orang-orang yang pikiran dan hatinya sudah sakit. Terbuai dengan duniawi, cinta sejati yang seharusnya tertanam dan bersemayam dalam dirinya sebagai makhluk individu, beragama, berbudaya, dan sosial, sudah diabaikan. Sudah tidak lagi menyadari hakikat dirinya. Sudah tidak lagi ada akal sehat. Tidak lagi melihat realita, kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun