Manusia yang menyadari dan memahami hakikat (intisari atau dasar, kenyataan yang sebenarnya atau sesugguhnya), sebagai mahkluk individu, beragama, berbudaya, dan sosial, akan senantiasa menjadikan "cinta" sebagai podasi serta pedoman untuk langkah kehidupan di dunia dan duniaNya, berdasarkan realita (kenyataan), bukan atas dasar khayalan (angan-angan).
(Supartono JW.Ramadan23.1444H.14042023)
Menonton berita pagi di berbagai stasiun televisi nasional, Jumat (14/4/2023), tepat di hari ke-23 Ibadah Ramadan 1444 Hijriah, pemberitaannya, di Stasiun Kereta
Api, Terminal Bus, Pelabuhan, dan Bandara Udara, semua sudah mulai dipadati calon penumpang yang akan mudik Lebaran ke berbagai tujuan di nusantara.
Pastinya, di musim mudik ini, kesempatan juga dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia lintas agama. Semua mendapat keberkahan dan kecipratan rezeki hadirnya Ramadan dan Idul Fitri.
Apa alasan yang paling tepat untuk masyarakat yang mudik? Di antara salah satu jawabannya adalah karena "rasa cinta". Yah, rasa cinta ini seperti halnya umat manusia menjalani berbagai langkah di kehidupan di dunia mau pun untuk kehidupan akhirat.
Menjalani atau melakukan apa pun, yang dilandasi oleh rasa cinta yang benar dan baik, maka insyaAllah akan mendatangkan keselamatan, keberkahan, keberhasilan, dan kesuksesan baik di dunia mau pun akhirat. Kemenangan di hari  Idul Fitri, yaitu kemenangan spiritual, emosional, dan intelektual.
Hakikat manusia
Pertanyaanya, apakah semua yang akan mudik atau tidak mudik akan mendapatkan kemenangan spiritual, emosional, dan intelektual dengan dasar atau pondasi rasa cinta yang benar dan baik?
Persoalan cinta ini, tidak terlepas dari kodrat, hakikat keberadaan manusia hingga berada di dunia. Kemudian dalam pekembangannyanya, ada hakikat manusia sebagai mahkluk individu, makhluk beragama, makhluk berbudaya, dan makhluk sosial.
Dari berbagai literasi, saya simpulkan bahwa, manusia sebagai makhluk individu diartikan sebagai perseorangan atau sebagai diri pribadi. Manusia sebagai diri pribadi merupakan makhluk yang diciptakan secara sempurna oleh Tuhan.
Berikutnya, manusia, menurut fitrahnya adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang memiliki rasa dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dan juga yang mengangkat harkat kemuliaan di sisi Tuhan.