Pahlawan sejati, tidak akan mengaku-aku dirinya pahlawan. Bahkan tidak tahu dirinya dianugerahi gelar pahlawan. Sebab, yang diperbuatnya atas dasar perikemanusiaan dan perikeadilan dengan pondasi ikhlas dijalankan dengan otak dan kepribadian yang CERDAS.
(Supartono JW.22032023)
Pekan ke-7, Kompetisi Sepak Bola Usia Dini bernama Liga Fair Play (LFP) U-15 yang dihelat oleh Indonesia Junior Soccer League (IJSL), Minggu, 19 Maret 2023, menyisakan satu keprihatinan mendalam bagi saya. Pasalnya, masih ada tim peserta yang manajemennya saya sebut masih gagal dalam mendidik anggota timnya. Yaitu masih gagal mencerdaskan intelegensi dan menjinakkan personality orangtua siswa.
LFP IJSL U-14 2023 sebagai kegiatan Pilot Project, memang wajib mencatat fakta dan kejadian nyata yang terjadi, belum sesuai ranah fair play. Lalu, bagaimana tindakan dan solusinya, sebagai bagian dari upaya memperoleh data akurat serta bagaimana alternatif penanganan kasusnya.
Sebab, pekan ke-7 masih ada kejadian yang sangat memprihatinkan, maka siapa yang berbuat dan dari tim mana asalnya, sejatinya, pelakunya selain sedang bunuh diri menunjukkan ketidakcerdasan intelegensi (otak) dan personality (kepribadian) dirinya, sekaligus mencerminkan bagaimana kondisi manajemen tim tersebut yang sejatinya tidak layak ikut-ikutan terjun dalam sepak bola akar rumput.
Saya ulangi lagi, siapa yang menjadi anggota dan pelaku utama di setiap tim peserta LFP. Mereka adalah:
a. Perwakilan (ujung tombak) yang ada di dalam WA Grup (WAG) LFP
b. Penanggungjawab/Pemilik SSB/Ketua
c. Ofisial (Manajer, Pelatih, Medis, Bagian.Umum, dll)
d. Siswa/pemain
e. Orangtua siswa/pemain
f. Penonton/pendukung SSB di luar Orangtua siswa/pemain.
Orangtua berbuat bodoh, cerminan timnya?
Ternyata, di Minggu pagi, 19 Maret 2023 yang cerah di Lapangan Ayo Arena dan sekitarnya, ada peristiwa memilukan selepas laga ke-1.
Saya melihat di meja panitia di bawah tribun penonton, betapa tidak pantasnya, ada orangtua siswa sampai berdebat dan tetap bersikap arogan terhadap Ketua Pelaksana LFP IJSL dan tim.
Orangtua siswa dari salah satu tim yang berlaga di urutan ke-1 ini, sampai harus dipanggil ke meja panitia, karena bertindak ke luar dari ranah fair play. Bahkan saat berteriak tidak pantas di tribun mendukung tim dan anaknya, saat diingatkan oleh panitia, malah sampai mengaku-aku bahwa dirinya yang membiayai anaknya ikut dalam kompetisi LFP IJSL U-14 ini.
Atas perbuatan yang memalukan dari orangtua ini, panitia pun meminta orangtua menunjukkan mana anaknya. Dan, mulai pekan ke-8 anak dan orangtua bersangkutan sudah tidak diizinkan ada ikut dalam LFP membela timnya.
Meski pun, manajemen tim meminta maaf kepada panitia, dari peristiwa tersebut, terdeskripsi bahwa manajemen tim masih gagal mendidik orangtua siswa.
Wahai para orangtua, sudah berkali-kali saya tulis dan saya ulang-ulang setiap kali membahas siapa yang membuat sepak bola akar rumput Indonesia menggeliat. Dia adalah orangtua. Orangtua adalah SPONSOR UTAMA sepak bola akar rumput Indonesia. Bukan Pemerintah/PSSI/Asprov,/Askot/Askab/Klub/SSB.
Jadi, dalam LFP IJSL U-14 2023, tidak perlu ada orangtua siswa yang berbuat bodoh, mengaku-aku menjadi pahlawan karena membiaya anaknya dalam tim. Karena merasa membiaya, lalu merasa boleh bersikap dan bertindak arogan semaunya, tidak ada otak dan kepribadian, dalam memahami regulasi kompetisi. Tidak tahu kompetisi apa yang sedang diikuti anaknya. Tidak tahu apa itu fair play.
Untuk itu, sebab pekan ke-8 akan dilanjutkan usai Idul Fitri 1444 Hijriah, maka bagi seluruh tim, adalah waktu yang tepat untuk bercermin dan merefleksi diri. Sudah sejauh mana menjadi bagian dari sepak bola akar rumput Indonesia yang sesuai nilai fair play.
Apa yang sudah diperbuat oleh manajemen tim dalam mengedukasi semua bagian anggotanya, sebagai pelaku fair play khusuanya di LFP IJSL U-14 2023, umumnya di kehidupan nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H