Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Susu Sebelanga Sudah Rusak, Jangan Salahkan Nila Setitik!

25 Februari 2023   15:04 Diperbarui: 25 Februari 2023   15:05 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Cikal 'asupan' untuk anak dari orangtua, sekolah/kuliah yang halal, akan berkah dan amanah. Melindungi dan menjaga berbuat ulah dan pongah. Dijauhkan dari nila setitik, yang merusak susu sebelanga.

(Supartono JW.25022023)

Sudah suratan takdir. Itulah komentar masyarakat pada umumya, atas tragedi yang kini menimpa Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Rusak belanga, bukan nila setitiknya

Tragedi ini pun, langsung melibas dan sangat signifikan mengalihkan isu-isu genting di Republik ini. Kasus yang saya sebut sebagai tragedi ini, sejatinya bertolak belakang dengan peribahasa 'karena nila setitik, rusak susu sebelanga.' Nilai setitiknya memang  ulah dan kepongahan seorang anak bernama Mario Dandy Satriyo. 

Tetapi, mengapa bisa menjadi nila setitik?  Sebab susu sebelanganya memang sudaj rusak dari awalnya. Jadi, yang rusak dua-duanya. Yang jadi nila setitik dan merusak karena asupannya juga mungkin karena tidak halal. Sementara susu sebelanga pun sudah tidak halal dan sudah rusak karena cara mendapatkannya juga tidak halal.

Dan, bukan hal yang tidak wajar saat orangtua hingga Kementerian Keuangan RI pun terkena imbas. Itu menjadi wajar. Hingga masyarakat pun semakin turun kepercayaannya kepada Kementerian Keuangan RI, khususnya terkait uang pajak rakyat yang sepertinya selama ini menjadi bancakan orang-orang pajak.

Kendati Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati, menyebut sikap Mario Dandy Satriyo anak pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo, adalah pengkhianatan terhadap lingkungan Kementerian Keuangan. Tetap saja, tidak dapat mengobati kekecewaan rakyat.

Memang, dalam konferensi pers, di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jumat (24/2/2023) yang sudah dilansir berbagai media massa, Sri menyebut bahwa pengkhianatan yang dilakukan siapa pun di dalam Kementerian Keuangan adalah pengkhianatan kepada seluruh jajaran Kementerian Keuangan yang sudah bekerja baik, jujur, dan profesional.

Karenanya, bagi Sri Mulyani, perbuatan Dandy dan imbas harta kekayaan milik Rafael Alun Trisambodo yang dinilai tidak wajar adalah musuh Kementerian Keuangan.

Meski terkesan sekadar basa-basi, akibat peristiwa Mario, Sri mengucapkan terimakasih kepada masyarakat yang terus menyampaikan koreksi, kritik untuk perbaikan-perbaikan di Kementeriannya.

Akibat kasus Mario yang  merembet, masyarakat pun bertanya, selama ini Sri ke mana saja? Sebab, tanpa peristiwa Mario pun, sejatinya orang tua Mario dan pejabat lain di Ditjen Pajak di bawah Kementeriannya, sudah banyak yang dicurigai oleh masyarakat atas gaya hedon dan kekayaan yang tidak match dengan jabatan dan besaran gaji/tunjangan dll.

Imej (citra)

Sebelum kasus Mario yang bisa jadi tidak hanya membongkar asal kekayaan orangtuanya,, pun juga akan merembet ke pejabat/pegawai lainnya, di masyarakat kita selama ini sudah lazim ada anggapan, imej (citra) bahwa orang yang bekerja di kantor/dinas pajak, pasti kaya uang dan harta. Masyarakat pun seolah malah mahfum atas kondisi itu, dan hanya sering berujar bahwa yang tidak halal pasti tidak akan membawa berkah. Apalagi bagi orang yang tidak amanah, pada saatnya, akan datang musibah.

Kini, doa orang-orang pun seperti terkabul. Ulah dan kepongahan Mario, bukan saja menyeret orangtuanya, tapi membikin masyarakat semakin turun kepercayaan umumnya kepada Kementerian Keuangan dan khususnya kepada bagian perpajakan.

Bagaimana tidak, pajak yang dibayar rakyat adalah amanah yang wajib dijaga tanpa kompromi,  dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk untuk pembangunan Indonesia. 

Sri pun menyebut, uang pajak tidak boleh dikhianati, tidak boleh dicuri, dan tidak boleh disalahgunakan. Berikutnya berjanji
akan mengusut tuntas kekayaan yang dihasilkan oleh pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo lantaran memiliki harta kekayaan hingga Rp56 miliar.

Serta mengimbau seluruh pegawai Kementerian Keuangan melaporkan harta kekayaan meski bukan level pejabat sekali pun.

Namun, masyarakat tetap tidak percaya, meski pegawainya melaporkan kekayaan, apakah tidak akan kejadian seperti Rafael? Kira-kira apakah di bawah kepemimpinan Sri, hanya ada seorang Rafael yang kekayaannya tidak match dengan kedudukan jabatannya? Atau banyak Rafael-Rafael yang lain? Juga pegawai-pegawai kantor pajak di seluruh negeri ini mulai hingga tingkat kabupaten/kota?

Memang, Sri menyebut ada data: 78.640 pegawai Kemenkeu, dan status pejabat negara yang melaporkan hasil kekayaan 2022 mencapai 99,98 persen. Maaf, ini kan hanya data di atas kertas. Tapi kok faktanya ada yang model Raffael? Yang terbongkar gara-gara ulah dan kepongahan anaknya. Bagaimana Ibu Sri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun