Kompetisi LFP IJSL U-14 2023 ini pun diputar dengan tujuan mengisi kekosongan kompetisi usia muda.
Selain itu, Regulasi LFP IJSL U-14 mengadopsi Manual Kompetisi Liga Kompas Gramedia (LKG) U-14. Di tahun pertama, 16 tim yang berlaga adalah hasil pilihan sesuai standar LFP IJSL U-14. Di akhir musim, belum diberlakukan tiga tim terbawah dalam klasemen terdegradasi.
Namun, sesuai regulasi kompetisi IJSL U-10 dan U-12 yang sudah berlangsung selama ini, Panitia juga akan mendegradasi tim peserta Kompetisi LFP IJSL U-14 dari sisi kualitas manajemen tim. Tim yang banyak melakukan kesalahan dan pelanggaran sesuai regulasi, secara otomatis tidak akan disertakan kembali dalam LFP IJSL U-14 musim berikutnya. Artinya, di musim pertama ini, belum ada tim yang didegradasi sesuai hasil klasemen.Â
Jadi, di musim pertama yang tidak menggunakan sistem kandang (home) dan tandang (away), semua tim bermain 15 kali, di dalam setiap tim mulai dari manajemen, tim pelatih dan ofisial, para orangtua, dan siswa/pemain, wajib benar-benar menaati  regulasi LFP IJSL U-14 yang manualnya sesuai regulasi LKG U-14, plus memahami betul apa itu fair play sesuai nama kompetisinya.
Kompetisi LFP IJSL U-14 yang di helat di lingkungan Taman Budaya, boleh disaksikan oleh siapa pun. Gratis. Sambil
menikmati pemandangan alam nan indah dan sejuknya udara Sentul City.
Memahami dan mempraktikkan Fair Play
Dalam olah raga, khususnya sepak bola, sikap sportif dan fair play selalu digaungkan. Tetapi, dalam praktiknya, kata sportif dan fair play hanya menjadi hiasan di banner pinggir lapangan serta tertulis di bendera fair play yang dibawa oleh empat petugas ke tengah lapangan, sebelum laga sepak bola dimulai.
Praktiknya, laga sepak bola mulai dari kompetisi sepak bola akar rumput hingga Liga 1, tetap saja insan yang terlibat di dalamnya berbuat tidak sportif dan tidak fair play.Â
Mengapa kata sportif dan fair play hanya ada di tulisan? Sering tidak teraplikasi dalam laga-laga sepak bola?Â
Satu di antara sebabnya, para insan sepak bola tidak memiliki bekal intelegensi (otak) dan personality (kepribadian) yang cukup. Bahkan, jangankan insan yang belum terdidik secara akademis  di bangku pendidikan formal, yang sudah terdidik saja, sangat mudah menjadi pemicu tindakan tidak sportif dan tidak fair play.
Mengapa itu terjadi? Banyak faktor yang mempengaruhi, terutama lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah/kampus, hingga lingkungan olah raganya (SSB dan Klub) yang tidak mendidik, menanamkan, dan membudayakan sikap sportif dan fair play.