Jauh sebelum Refly mengungkap akan bahayanya PT bila diteruskan di Indonesia, saya lansir dari Tribunnews.com, Kamis (19/1/2017), menurut pengamat politik Ray Rangkuti, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (Presidential Threshold) yang tinggi hanya akan menguntungkan partai politik besar, sebab cukup memenangkan kursi di DPR, maka parpol besar akan mudah juga mendapatkan tiket kursi pencalonan presiden.
"Untuk jangka panjang, hal ini akan dapat membuat partai-partai menengah dan kecil akan selalu berada di posisi menengah dan kecil," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) ini.
Ray juga menambahkan bahwa PT yang tinggi hanya akan menjadikan yang besar akan selalu besar, yang menengah dan kecil akan selalu menempati posisi menengah dan kecil.Â
Juga akan membuat sirkulasi elite partai dan regenerasi kepemimpinan akan mandeg karena keputusan yang berkaitan dengan pencalonan presiden hanya dibahas oleh sedikit partai terutama dikuasai oleh partai terbesar sementara partai koalisi menengah dan kecil hanya akan manut dan ikut pada arus partai penguasa. Kini di Indonesia partai itu adalah PDI-P.
Dengan demikian, apakah rakyat selama ini menyadari? Indonesia yang kini berpenduduk  268.583.016 jiwa per Juni 2020 pada akhirnya hanya akan melanjutkan Pilpres 2024 meneruskan Pilpres 2014 dan 2019, memilih Presiden dan Wakil Presiden hanya ditentukan oleh satu partai besar dan partai koalisinya hanya akan ikut dalam barisan partai besar yang bahkan juga sudah dikuasai oleh cukong.
Rakyat juga sudah dapat merasakan bahwa, kepeutusan Presiden Jokowi untuk memindahkan Ibu Kota RI, lalu keputusan-keputusan dan kebijakan lain yang tak memihak rakyat, rasanya bukan asli pemikiran dari hati dan perasaan pribadi Bapak Jokowi. Tapi, memang harus menjalankan amanah pemilik partai dan cukong.