Ibarat bara dalam sekam, setiap saat apinya akan kembali membesar saat ada "tiupan". Begitupun tawuran pelajar atau suporter sepak bola dan lainnya, yang akan sangat mudah tersulut dan membesar begitu ada pemicu yang mengawalinya. Lalu, bagaimana dengan perseteruan dalam bidang politik, sejak Pilgub DKI (Jokowi-Ahok) yang dilanjutkan dengan Pilpres Periode pertama dan kedua Jokowi?Ternyata sejak Jokowi dan Ahok muncul dalam peta politik Indonesia, itulah tonggak perseteruan antara rakyat dengan rakyat yang terus bak bara dalam sekam, terus seperti tawuran pelajar dan suporter sepak bola nasional yang tak akan pernah padam.
Perseteruan rakyat akibat saling memihak kepada "junjungannya" dalam politik di Indonesia, apakah akan abadi?
Saat pihak "rakyat" yang tak dalam pemerintahan membuat "acara/kegiatan/perkumpulan" ini dan itu dll, maka pihak "rakyat" yang mendukung pemimpin dalam pemerintahan pun akan terus merasa di atas angin, lalu tak akan mau kalah dengan pihak "oposisi" yang ingin agar kepemimpinan Indonesia sesuai amanah Pembukaan UUD 1945.
Terbaru, saat "rakyat" yang oposisi membuat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan dideklarasikan pada 18 Agustus 2020, maka hanya berselang sehari, 19 Agustus 2020, relawan Jokowi pun menggelindingkan Kerapatan Indonesua Tanah Air).
Tak berhenti di situ, aktivis dari Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) juga mendeklrasikan KALIAN pada hari ini, Jumat (21/8). KALIAN sendiri merupakan singkatan dari Kawanan Alternatif Lain Indonesia Antar Netizen.
Tidak semewah KAMI dan KITA yang dilakukan di gedung dan dihadiri banyak orang. KALIAN cukup dideklarasikan di akun Twitter.
Mungkin untuk KALIAN, kita lupakan dulu, Â sebab yang sekarang terlihat sangat frontal adalah lahirnya KITA yang hanya berselang satu hari dari KAMI.
Kendati lahirnya kita disebut bukan sebagai tandingan KAMI dan juga bukan dalam rangka menyulut dendam keterbelahan, bukan mustahil bahwa ini memang sebagai sarana lanjutan dari perseteruan yang tak akan berujung.
Ironisnya, pemimpin bangsa yang seharusnya menjadi panutan dan sewajibnya menjadi pihak yang menengahi, justru terus didukung oleh "rakyat" yang terus menjaga dan mengamankan kedudukannya. Bahkan, Jokowi yang terus dalam kritik dan pengawasan "rakyat" yang sebagian akhirnya membentuk KAMI, kini para relawannya malah membuat tandingan dengan lahirkan KITA.
Atas kondisi ini, apa bedanya pemerintah sekarang (Jokowi) dengan "rakyat" oposisi dengan perilaku pelajar dan suporter sepak bola nasional yang terus melanggengkan tradisi tawuran? Bagaimana pelajar dan suporter sepak bola akan putus mata rantai tradisi tawurannya, bila pemerintah yang didukung oleh partai politik dan elite partai serta dipagari oleh relawan dan pengagumnya juga terus menyuburkan tradisi perseteruan demi memperkokoh kedudukan dan posisinya di singgasana dan kekuasaan.
Meski perseteruan di bidang politik levelnya jauh dari tawuran pelajar dan suporter sepak bola dari segi intelektualitas, karena perseteruan politik ini dimainkan oleh para aktor dewasa, berpendidikan, dan sudah makan asam garam kehidupan, namun cara-cara berseteru yang ditampilkan oleh para pengikutnya, nampak sama dengan para perusuh dan pembuat onar tawuran pelajar dan sepak bola, seolah tak berpendidikan dan tak bermoral.
Perseteruan malah terus dikobarkan, ada influencernya, ada buzzernya, dan rakyat pada umumnya hanya terus menjadi penonton abadi dan terus abadi pula dalam penderitaan dan kemiskinan.
Masyarakat sampai hari ini masih bingung, bagaimana menghentikan tawuran pelajar/sesama rakyat dan kerusuhan suporter sepak bola, karena yang diharapkan malah juga terus sibuk membikin perseteruan sendiri. Malah membikin benteng untuk memperkokoh dan memperkuat barisan seteru.
Sementara rakyat yang gerah atas semua sikap pemerintah dengan para pengikut dan pendukungnya serta influencer dan buzzernya, saat mencoba membela diri demi kembalinya kedaulatan rakyat, malah terus "diserang" dari segala penjuru.
Sampai kapan, perseteruan ini akan berakhir? Apakah setelah usai masa Jokowi dan partai yang mengusungnya lengser dari menguasai Indonesia, tidak akan muncul partai baru dan Jokowi baru yang akan meneruskan estafet perseteruan?
Bila pemerintahan ini benar, maka tak akan lahir KAMI. Tak akan diciptakan tandingan bernama KITA. Tak akan ada keisengan lahir KALIAN. Dan, paling utama akan terhenti tawuran pelajar, tawuran massa, dan tawuran/kerusuhan suporter.
Siapa yang akan mengentikan semua kekacauan itu di Indonesia? Siapa? Sampai kapan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI