Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"KAMI" Ancaman atau Penyelamatan?

2 Agustus 2020   23:25 Diperbarui: 2 Agustus 2020   23:29 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam deklarasi tersebut, Din pun mengungkap bahwa:

"KAMI, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia, pada pemahaman saya adalah sebuah gerakan moral seluruh elemen-elemen dan komponen bangsa lintas agama, suku, profesi, kepentingan politik kita bersatu. Kita bersama-sama sebagai gerakan moral untuk menyelamatkan Indonesia," ujarnya saat hadir dalam deklarasi di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Minggu 2 Agustus 2020, kepada awak media yang hadir.

Din pun menegaskan bahwa Indonesia bagaikan kapal besar, namun saat ini kapal itu sedang goyang dan hampir karam. Kondisi sekarang, kata dia, terlihat dari jutaan orang yang masih kelaparan, kehilangan pekerjaan, dan praktik korupsi yang terus berjalan. Ia juga menyebut, koalisi ini berupaya menyelamatkan negara agar tidak dikuasai oleh oligarki dan dinasti politik.

Memang apa yang diungkapkan oleh Din, adalah fakta yang kini terus terjadi di negeri ini, di depan rakyat. Sementara rakyat semakin sulit dalam kehidupan, menderita dan miskin, para pemimpin elite partai itu justru terus memupuk kepentingan pribadi dan golongan serta kelompok yang dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.

Siapa yang korupsi, siapa yang mengendalikan hukum, siapa yang menjarah kekayaan alam Indonesia, siapa yang membiarkan rakyat terus menderita, siapa yang mau bikin buku sejarah pindah Ibu Kota Negara.

Salahnya, masih banyaknya rakyat yang belum mengenyam pendidikan, juga menjadi makanan empuk bagi partai yang membesarkan para elite politik dan parlemen dan pemerintah, yang dengan mudah mengambil hati rakyat demi sebuah suara untuk mereka baik dalam Pilkada maupun Pilpres (Pemilu).

Dengan politik uang dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diyakini rakyat sudah di atur dan mengatur kemenangan di Pilkada dan Pilpres, maka sejatinya, "kompetisi" perebutan kursi itu hanya "settingan".

Panggungnya memang berupa pemilihan umum, namun benarkah siapa yang menang itu karena benar-benar kompetisi dan pilihan rakyat?

Sehingga, bila sekarang sering kita dengar ungkapan, Pilkada, Pilpres itu kompetisi, ada yang menang ada yang kalah. Ada yang dipilih ada yang tidak dipilih. Itu kan cuma ungkapan. Faktanya, apa benar di balik panggung pemilihan, petugasnya adalah aktor bohongan atau aktor betulan? Ini yang sudah sangat dibaca oleh rakyat.

Kira-kira para petugas itu apakah aktor asli atau palsu, nyatanya sudah ada petugas KPU yang tertangkap oleh KPK, dan pelaku elite partainya pun kini seperti hilang ditelan bumi. Kok bisa hilang? Sementara atas instruksi Presiden, setelah buron 11 tahun, ternyata Djoko Tjandra sangat mudah ditangkap. Lalu, siapa yang menangkap, digadang-gadang akan menjadi petinggi pejabat lagi di NKRI.

Setali tiga uang, penanganan corona pun tak pernah serius. Malah, membiarkan rakyat menolong dirinya sendiri dengan melonggarkan kebijakan protokol kesehatan, namun meminta rakyat disiplin terhadap protokol kesehatan. Aneh. Rakyat harus mencontoh siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun