Pagi, Selasa 26 Juli 2011 di kamar Hotel Park Plaza Amsterdam Airport, setelah subuh, badan rasanya masih ingin nempel di tempat tidur. Tapi sudah menjadi kebiasaan, di saat seperti itu, pasti tayangan televisi lokal menjadi santapan sarapan pagi mata saya dan saya juga mencoba mencari berita aktual seputar nusantara. Asyik menonton diselingi membaca, udara dingin Amsterdam masih menusuk tulang.
TUESDAY 26/JUL/11
AMSTERDAM SCHIPHOL
HOT BUFFET/FULL BREAKFAST AT HOTEL
09:00 LONG DISTANCE VEHICLE TO TRANSFER CLIENTS
AMSB_-_BRU_____205_KMS___03:10_HRS
BRUSSELS
12:10 ORIENTATION TOUR - CITY.
12:15 LUNCH AT: PALAIS D'ASIE
MENU: EGG DROP SOUP/STEAMED FISH/CHICKEN WITH SOYA
SAUCE/FRIED VEGETABLES/STEWED BEEF/MA PO TOFU,
RICE, FRUIT, TEAVIEW OF THE MANNEKEN PIS
VIEW OF THE GRAND PLACE.PHOTO STOP AT ATOMIUM
14:30 LONG DISTANCE VEHICLE TO TRANSFER CLIENTS
BRU_-_PAR_____312_KMS___04:40_HRS
PARIS
19:15 LOCAL TRANSPORT FOR CITY - HOTEL IN PARIS-MARNE LA
VALEE.
PARKING LDC OVERNIGHT (PAYABLE BY LDC DRIVER)
PARIS-MARNE LA VALEE DINNER AT HOTEL
MENU: BEEF MENU (3 CRS)
HOTEL - MERCURE M.L.V.NOISY LE GRAND
Dalam catatan perjalanan tersebut, hari ini akan banyak duduk di bus. Pertama menempuh perjalanan Amsterdam, Belanda menuju Brussel, Belgia melalui jalan darat dengan jarak tempuh 205 km dengan waktu berpajalanan 3 jam 10 menit.Â
Berikutnya, perjalanan lebih panjang akan kami lalui saat menuju Paris, Prancis. Brussel menuju Paris dengan jarak tempuh 312 km kira-kira akan memakan waktu 4 jam 40 menit. Meski begitu, karena saya sudah terbayang akan dapat melihat langsung Manneken Pis di Brussel sejak dari Indonesia, rasanya jarak itu sudah sangat dekat.
Begitu sarapan pagi di Hotel Park Plaza usai, semua rombongan pun sudah berada dalam bus. Tepat pukul 09.00 waktu setempat, bus meluncur mengarah Brussel. 3 jam 10 menit, bila tidak ada halangan, maka kami semua akan tiba di Belgia. Meski 3 jam 10 menit adalah bukan waktu yang sebentar, namun karena perjalanan kali ini adalah siang hari, maka kami semua memanfaatkan waktu dengan melahap pemandangan antara Amsterdam-Brussel.
Sambil mengingat kembali Amsterdam, meski tidak semua destinasi dapat kami jelajah karena keterbatasan waktu, mengingat pesepeda di sana dibandingkan pesepeda di Indonesia yang baru menjamur saat wabah corona, yang paling mendasar adalah, karena sepeda di Belanda sebagai alat transportasi utama, maka sepeda bukan menjadi gaya hidup, bukan untuk gaya-gayaan, bukan untuk sok-sok-an.Â
Sebab saya melihat peristiwa ini sembilan tahun yang lalu, maka satu kata yang dapat saya sebut, ternyata rakyat Indonesia ini banyak yang "norak" menyoal sepeda, terutama yang termasuk golongan orang kaya baru (OKB).
Lalu makan malam di Desa Restaurant, Menu: Soto Ayam (Chicken Soup)/Nasi Putih (Steamed Rice) / Buah (Fruits)/Daging Rendang (Beef With Spicy Coconut Sauce)/Sate Ayam (Chicken Sate) / Tahu Tjampur (Eggs With Red Pepper Sauce)/Ikan Goreng (Mackerel Fish With Balinese Sauce)/Sayur Lodeh (Mixed Vegetable With Peanut Sauce).
Di Amsterdam, Belanda, alun-alun kota disebut Dam Square. Berbeda dengan Dam Square, alun-alun kota Brussel ini dikelilingi gedung-gedung tua bersejarah, termasuk Town Hall.Â
Begitu kami masuk ke area alun-alun, turis sudah menyemut di sini. Mereka semua sedang takjub melihat setiap sudut yang isinya bangunan megah bersejah. Ada yang berfoto atau duduk-duduk menikmati keindahan bangunan yang tak ternilai harganya.
Meski begitu, satu kantong cokelat dengan berbagai varian pun sudah saya tenteng dan baru saya sadari, satu kantong cokelat dengan berbagai varian itu saat saya membayar di kasir bila dirupiahkan sudah lebih dari dua juta rupiah.
Saat saya melihat wujud aslinya, ternyata ukurannya sangat kecil. Ukuran boneka, kira-kira 61 sentimeter. Meski imut tetapi banyak menarik turis untuk datang melihatnya. Turis berebutan di depannya untuk berfoto.
Salah satu kisah versinya adalah: Ada anak kecil dengan beraninya mengencingi bom sehingga tidak jadi meledak. Karena 'kepahlawanannya' itu si bocah dibuatkan patungnya sebagai penghargaan.Â
Versi lain menyebut bahwa patung anak kecil ini adalah anak seorang bangsawan. Konon, si bocah hilang. Lalu, dicari-cari dan ditemukan sedang pipis di sudut jalan. Sebagai rasa syukurnya, orang tua si bocah kemudian membuatkan patungnya.
Dari catatanan sejarahnya, Manneken pis dibuat pematung Jerome Duquesnoy pada tahun 1619. Dan, pembuatan patung ini untuk menggantikan patung aslinya dari batu yang sudah ada sejak 1388, tetapi hilang dicuri.Â
Ternyata, di kota ini, selain Mannaken Pis, ada patung serupa lainnya. Patung bernama Jeanneke Pis ini pasangan pasangan Manneken Pis. Letaknya di sudut jalan lainnya.Â
Untuk ke sana, harus melewati kafe-kafe. Tetapi Jeanneke Pis kalah pamor. Saat kami datang, tak banyak turis. Hanya hitungan jari. Tidak seperti pengunjung Manneken Pis yang ramai.
Pengunjung bisa naik ke bagian tertinggi Atomium. Sayang karena keterbatasan waktu, kami tidak memiliki waktu naik ke bagian tertinggi Atomium.Â
Terlebih untuk naik perlu menunggu lama karena antrian yang relatif panjang, sementara lift untuk menuju ke atas hanya satu. Sekitar 30 menit harus menunggu. Padahal bila sampai mencapai puncak Atomium, di atas dek observasi, pemandangan kota Brussels tampak 380 derajat.
Detilnya, sembilan buah bola baja berdiameter 18 m dihubungkan dengan eskalator dalam silinder-silinder mencapai 114,8 kaki, salah satu yang terpanjang di Eropa. Jendela di bola paling atas menyajikan pemandangan kota Brusel, sedangkan bola yang lain menampilkan ekshibisi tahun 1950-an kecuali tiga buah bola yang tertutup bagi pengunjung karena tidak memiliki penyangga vertikal.
Uniknya, tadinya monumen ini hanya didesain untuk berdiri selama 6 bulan namun karya arsitek Andr Waterkeyn ini bisa bertahan sampai sekarang dan kepopulerannya sebagai tujuan turis bisa menyaingi Manneken Pis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H