Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Misi Budaya di Benua Biru (3-B) 15 Juli, Sambutan, Perkenalan, dan Destinasi Veliko

16 Juli 2020   12:55 Diperbarui: 16 Juli 2020   13:20 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terbang jauh ke Benua Biru dengan tujuan utama misi budaya, keseruannya baru dimulai saat kami tiba di Inter Hotel Veliko Tarnovo pada 15 Juli 2011 siang. Mengingat rombongan hanya benar-benar terdiri dari tim misi budaya, yang semuanya sudah memiliki peran dan tugas masing-masing, maka urusan logistik dan perlengkapan individu untuk kepentingan budaya dan tour Eropa selama kurang lebih 21 hari, semua menjadi tanggungjawab individu masing-masing. Padahal setiap individu dari kami, barang bawaannya minimal terdiri dari satu kopor besar dan beberapa tas lain yang hanya untuk kepentingan pribadi.

Di luar itu ada barang bawaan tim berupa alat musik, kostum pementasan, perlengkapan masak, dan berbagai perlengkapan pendukung lainnya yang memang sudah di dipersiapkan seminimalis mungkin, namun tetap saja tak sedikit jumlahnya. Sebab, kami mengusung lima jenis tarian nusantara, lagu nusantara, dan beberapa menu andalan masakan Indonesia. Dalam situasi bepergian di negeri orang, setiap anggota juga sudah memahami apa saja tanggungjawab untuk diri sendiri, tanggungjawab untuk tim, tanggungjawab untuk Indonesia.

Ketika bus tiba persis di depan lobby hotel, kami semua saling bahu-membahu menurunkan barang bawaan pribadi dan barang tim dan membawa masuk ke lobby hotel. Setelah panitia meregistrasi dan mendata kedatangan kami, petugas hotel pun membagikan kunci kamar hotel sesuai dengan data yang sudah tersusun.

Dan, saat itulah ada kejadian menarik yang tidak pernah akan saya lupakan sepajang hidup ini. Kejadian menarik dan patut dijadikan teladan itu adalah saat tanpa diduga saya dibantu oleh dua wanita asal rombongan dari negara lain. Kejadiannya, ketika seluruh rombongan dari Indonesia sudah memegang kunci kamar hotel masing-masing, karena sudah merasakan lelah dalam perjalanan, semua langsung saja bergegas membawa barang-barang pribadi dan antri menaiki lift menuju kamar masing-masing. Sebab, memang kami memiliki waktu terbatas untuk segera turun kembali dan bergabung dengan peserta misi budaya dari negara lain di restoran hotal sebagai acara perdana makan siang sekaligus sambut selamat datang dan perkenalan dengan semua peserta hingga kira-kira menjelang salat Ashar.

Menyadari saya hanya tersisa tinggal sendiri, dan semua rombongan Indonesia sudah lenyap dari pandangan mata saya, saya pun tak mencoba menghubungi mereka untuk mengingatkan tentang barang-barang perelengkapan tim. Saya berpikir biarkan mereka istirahat sejenak dan bersih-bersih di kamar. Saya berinisiatif saja, menghubungi panitia dan menanyakan apakah barang-barang perlengkapan budaya Indonesia dapat dititipkan di salah satu ruang di dekat lobby hotel, dengan alasan agar kami nanti tidak terus membawa turun naik barang yang tak sedikit itu ke lantai atas kamar saya dan rombongan yang rata-rata ada di lantai 10 ke atas hotel.

Alhamdulillah, dasar rezeki, atas koordinasi panitia dan petugas hotel, akhirnya saya mendapat ruang kosong di samping lift dekat petugas resepsionis hotel. Bahkan, saya pun mendapatkan kunci duplikat pintu ruang tersebut. Atinya, selama ada di Bulgaria, barang-barang kami saat sedang tidak melakukan kegiatan pertunjukkan, dapat disimpan aman di ruang itu.

Pada saat itu saya juga tak lupa bertanya, apakah barang-barang bawaan dari tim lain juga mendapat ruang penyimpanan? Petugas hotel pun menjawab bahwa barang-barang setiap tim misi budaya menjadi tanggungjawab tim dan rata-rata dibawa masuk ke kamar. Karena itu saya bersyukur, dan mengucapakan terima kasih atas kebaikan dan pelayan hotel ini.

Seusai memasukan barang, yang ternyata menyisakan beberapa barang, karena ruang tidak muat sebab di ruang tersebut juga sudah ada barang-barang hotel, maka terpaksa barang yang tak masuk ruang saya coba bawa ke kamar saya. Begitu saya mencoba membawa barang-barang mendekat lift dengan kesusahan, ternyata tiba-tiba ada dua wanita yang tanpa kata-kata sudah membantu mengangkat barang-barang dan ikut memasukkan ke dalam lift.

Dengan bahasa asing yang masih sepatah-patah, ternyata dua wanita ini bermaksud membantu saya dan mengantar sampai ke kamar. Begitu lift meluncur naik, kami bertiga di sela-sela tumpukan barang dan kopor, hanya saling terdiam. Singkat cerita, kopor dan barang-barang saya pun sudah sampai kamar, dan saya mengucapkan terima kasih kepada kedua wanita yang sangat baik dan seperti dewi penolong.

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW (santap siang)
Sumber: Supartono JW (santap siang)

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Ringkas cerita, akhirnya kini saya sudah berada di restoran hotel, mengenakan seragam misi budaya Indonesia dan bergabung dengan tim. Sambil makan siang, pembukaan dan perkenalan dari panitia, ternyata saya melihat dua wanita itu ada di dalam rombongan tim dari Columbia. Melihat mereka, saya hanya berpikir, betapa santun, sopan, dan ringan tangannya mereka berdua yang tadi telah membantu saya, meski tanpa diminta.

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Setelah acara makan dan perkenalan dan sambutan selesai, rombongan Indonesia pun berkumpul di area lobby hotel untuk melakukan briefing perdana. Dalam briefing, saya berkesempatan berbagi cerita kepada semua anggota rombongan tim tentang pelayanan panitia dan petugas hotel karena barang-barang perlengkapan kita bisa disimpan diruangan sebelah resepsionis hotel.

Pun saya bagikan serita, kisah pertolongan dari dua wanita Columbia yang sungguh sangat luar biasa, sekaligus sebagai pengingat bahwa tugas dan tanggungjawab dalam misi budaya ini baru akan dimulai, masih akan banyak peristiwa yang akan menguras pikiran, perasaan, dan tenaga, yang bisa jadi membuat kita bisa saja marah, kecewa, atau sebaliknya senang dan bahagia, karena setiap individu dalam rombongan dapat saling bertanggungjawab pada diri sendiri dan tim, sebab saat ini kedudukan kita semua sama, tidak ada tuan/majikan, semua sama-sama menjadi rakyat, melayani diri-sendiri, juga melayani tim.

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Selepas salat Ashar, sesuai agenda acara, demi melepas lelah dan mengakrabi Veliko Tarnovo, setiap rombongan tim dari semua negara pun diberikan waktu bebas untuk bercengkrama di kota Velico Tarnovo. Sebuah kota di Bulgaria, letaknya di bagian tengah, dengan luas 30, 38 km2 dan daerah perkotaannya hanya seluas 885,3 km2. Memiliki ketinggian 220 m tepatnya di Provinsi Veliko Tarnovo yang di tahun 2011, jumlah penduduknya tak lebih dari 100.000 jiwa. Sementara kondisi cuaca saat itu juga tak berbeda dengan di Jakarta.

Setelah semua anggota rombongan bersih diri dan tunaikan ibadah Ashar, kami pun berjalan beriringan menuju destinasi yang sangat dikenal di Veliko Tarnovo. Ternyata, destinasi itu letaknya persis di belakang hotel kami menginap dan cukup ditempuh dengan berjalan kaki dengan melintasi jembatan.

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Destinasi itu bernama Monumen Assen Dynasti, yang letaknya juga dikontur Veliko Tarnovo yang berbukit-bukit. Masyarakat Veliko menyebut monumen ini sebagai monumen penunggang kuda karena menjadi salah satu monumen bersejarah penting tentang Kekaisaran Bulgaria Kedua. Si penunggang kuda itu adalah Assen bersaudara yang memimpin kekaisaran pada masa itu.

Dinasti Assen yang terdiri dari Asen, Petar, Kaloyan, dan Ivan-Asen II telah memimpin Bulgaria pada masa kejayaannya. Monumen ini dibangun untuk memperingati 800 tahun Kekaisaran Bulgaria Kedua. Menariknya, Monumen tersebut ditempatkan di halaman The City Art Gallery of Veliko Tarnovo, sebuah bangunan yang telah berdiri sejak tahun 1928 (sekolah seni) yang terletak di semenanjung Boruna. Selama periode panjang keberadaannya, bangunan tersebut juga dimiliki oleh "Institut Epidemiologi Hewan" dan Militsa (Polisi).

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW
Sumber: Supartono JW

Berikutnya sekitar  80-an/abad XX, diputuskan bangunan diadaptasi untuk museum galeri tempat, dipamerkan karya-karya yang berkaitan dengan Veliko Tarnovo - "Veliko Tarnovo dari mata Seniman Bulgaria". Bangunan itu dipulihkan dan ditutupi oleh batu, dikirim dari gunung Rhodopes. Ada pilar-pilar dan lengkungan yang dibangun dan interiornya benar-benar berubah.

Pameran pertama di galeri ini terselenggara pada 16 November 1985, diisi oleh lebih dari 200 karya seniman Bulgaria terkenal, dan pada tahun 2003, galeri ini diberi nama Boris Denev (seorang seniman besar Bulgaria dengan banyak karya yang berkaitan dengan kota Veliko Tarnovo). Selanjutnya Galeri Seni "Boris Denev" di Veliko Turnovo adalah salah satu galeri provinsi terkaya.

Usai bercengkerama di dua destinasi yang memukau ini, kami pun kembali ke hotel. Menikmati santap malam, melakukan breifing persiapan gladi bersih dan pembukaan festival di hari pertama 16 Juli 2020. Setelahnya, kami beristirahat untuk menyiapkan acara yang sudah kami tunggu. ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun