Bahkan selanjutnya Nadiem mengatakan bahwa, justru Kemendikbud ingin sekali proses belajar mengajar dilakukan secara tatap muka atau langsung. Sebab, cara tersebut paling efektif dalam menyampaikan materi kepada siswa. Tetapi, Â hal tersebut memang tidak bisa dilakukan di masa saat ini. Sehingga PJJ menjadi alternatif yang bisa dipilih sekolah dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
Ini benar-benar aneh. Mengapa Nadiem bisa bicara seperti itu? Dan, berikutnya mengatakan:
"Justru kami ingin semua anak kembali ke sekolah secepat mungkin, tapi kenyataan dan keadaannya nggak bisa seperti itu sebab kondisi kesehatan," kata dia.
Atas pernyataan Nadiem ini, sungguh ironis, karena Nadiem mengungkapkan bahwa PJJ juga bukan kebijakan pemerintah yang harus dan wajib dijalankan. Sebab, sekolah bisa saja tidak melalukan hal tersebut dengan konsekuensi sekolah ditutup sementara.
Kalau mas menteri sudah tahu kondisinya demikian dan dapat menyimpulkan sekolah dapat tutup sementara, mengapa tahun ajaran baru dipaksakan 13 Juli?
Apa yang diungkap Nadiem ini:
"PJJ bukan kebijakan pemerintah. PJJ itu terpaksa kita gunakan sebagai alat untuk anak-anak masih ada pembelajaran. Bukan berarti tidak belajar sama sekali selama Covid-19 terjadi. Jadi idealnya sebenarnya tidak PJJ, jadi tatap muka," jelasnya, seperti dilansir di CNBCIndonesia.
Mengapa setelah tahun ajaran baru dibuka dan baru bergulir tiga hari, mas menteri mengungkap hal demikian?
Apakah mas menteri ini tidak memikirkan apa efek dari penjelasan dari PJJ yang katanya miss persepsi dan bukan kebijakan dari lembaga yang dipimpinnya, Â kemudian menyatakan sekolah boleh saja tutup sementara?
Sekali lagi, ini di ranah pendidikan, lho? Mengapa kisahnya jadi begini. Sungguh saya sangat prihatin. Sebab, sebelum tahun ajaran baru dipaksakan dibuka, saya sudah menulis berbagai artikel menyoal pendidikan di masa Covid-19 ini.Â
Sudah saya tulis menyoal PPJ, PJJ permanen yang dibantah, Kurikulum Transisi, pendidikan hakikatnya tatap muka, hal yang harus dilakukan guru bila belajar dengan PJJ, dan terutama sudah saya tulis dan saya pertanyakan tentang logika dan rasionalnya membuka dan memaksakan tahun ajaran baru di bulan Juli dengan tetap mengabaikan kondisi dan perkembangan corona.
Masa hari gini, mas Nadiem mengeluarkan bantahan yang terkesan "lempar batu, sembunyi tangan".