Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demokrasi adalah Mendengarkan Suara Rakyat dan Melaksanakannya

24 Juni 2020   12:35 Diperbarui: 24 Juni 2020   12:25 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya, karena "keterbatasannya" rakyat hanya mampu "membaca dan memahami" persoalan yang di permukaan, yang muncul, yang diberitakan, diviralkan, diapungkan, tanpa memahami skenario di balik persoalan-persoalan tersebut tujuannya untuk apa.

Padahal semua "permainan" yang bersumber dari Istana, pemerintah, dan parlemen, sudah dirancang sedemikian rupa demi mencapai suatu tujuan "mereka", bukan untuk rakyat.

Pembangunan insfrastruktur, katanya untuk rakyat, tetapi yang menikmati siapa? Untuk kepentingan dan sarana siapa? Rakyat miskin tak memakai jalan tol. Memakai pun harus bayar.

Pendidikan Indonesia terus tertinggal. Ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menggunakan uang rakyat, tapi kepentingan BUMN untuk siapa? Listrik terus menjerat rakyat. 

Kesehatan menjadi masalah yang terus tak berujung dengan iuran semacam upeti untuk kerajaan. Sementara Bahan Bakar Minyak (BBM) pun terus tak berpihak kepada kantong rakyat. 

Kekayaan alam Indonesia lainnya juga hanya menjadi milik siapa? Lapangan kerja semakin sulit. Dan, segala hal yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, kini sudah menjadi monopoli segelintir orang.

Yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin  Orang-orang terdidik pun kini menjadi pengangguran. Sektor informal yang banyak mengadopsi rakyat berpendidikan rendah pun kini diserbu rakyat berpendidikan tinggi.

Perkembangan zaman yang mengalir deras pun sulit diimbangi oleh segenap rakyat Indonesia. Rakyat gagap teknologi dan dunia digital. Karena kurang terdidik, miskin kreativitas dan inovasi.

Hanya menjadi bangsa pemakai produk bangsa lain. Tak mampu menyaring budaya asing, menirunya mentah-mentah tanpa melihat kondisi dan karakter bangsa ini.

Menjadi pengguna medsos tanpa syarat. Terjebak dalam berbagai masalah. Menjadi sok tahu padahal tak membaca dan tak paham. Memaksakan diri demi bersaing meski "tak mampu". Bergaya hedonis dan kebaratan, dll.

Inilah potret sebagian besar rakyat kita hingga sekarang. Penuh ketimpangan, penuh penderitaan, meski hidup di tanah merdeka dan negara yang melimpah kekayaan alam dan isinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun