Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sudah 50 Persen Rakyat Minta Turun dari Kelas 1 ke Kelas 3, Masih Ada yang Bilang Kenaikan Iuran BPJS Rendah

29 Mei 2020   20:42 Diperbarui: 30 Mei 2020   08:44 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Cermati.com

Pemerintah secara resmi kembali menaikkan tarif BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020, lalu mendapat respon "sangat negatif" dari masyarakat dan berbagai kalangan. 

Lalu, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kembali secara resmi mendaftarkan gugatan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 ke Makhamah Agung (MA). Karena sebelumnya, atas tuntutannya, KPCDI telah berhasil memenangi gugatan kenaikan iuran BPSJ ke MA, masyarakat kini sedang menunggu upaya dan perjuangan KPCDI lagi karena pemerintah seperti tak punya hati, buta dan tuli, padahal masyarakat sedang situasi sulit yakni adanya pandemi corona COVID-19. 

Anehnya, hari ini Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan, sebenarnya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perhitungan aktuaria. 

Coba apa yang diungkap Febrio? "Ini (kenaikan iuran) masih jauh di bawah perhitungan aktuaria, (harusnya) untuk kelas I Rp 286.000, kelas II Rp 184.000. Artinya segmen ini masih mendapatkan bantuan pemerintah sebenarnya," Ujar Febrio dalam video conference, Jumat (29/5/2020). 

Tak pelak atas penjelasan Febrio yang sangat terlambat ini, semakin menunjukkan betapa carut marutnya pengelolaan BPJS. Jelas, maksud Febrio tetap mau membela pemerintah bahwa kenaikan iuran BPJS adalah tepat, malah lebih murah. 

Namun, rakyat juga semakin jelas, bahwa pemerintah maupun pengelola BPJS memang belum sesuai tuntutan dan karenanya MA mengabulkan tuntutan KPCDI. Bila Febrio menyebut aktuaria, masyarakat juga perlu tahu dan memahami apa aktuaria itu?

Aktuaria adalah ilmu tentang pengelolaan risiko keuangan di masa yang akan datang. Ilmu aktuaria merupakan kombinasi antara ilmu tentang peluang, matematika, statistika, keuangan, dan pemrograman komputer.

Perlu masyarakat ketahui, di luar negeri profesi aktuaris termasuk kelompok profesi elit dengan gaji sangat besar. Jadi, ketika sekarang, di waktu yang cukup terlambat, Febrio membawa-bawa aktuaria, jelas menjadi pertanyaan. 

Berapa aktuaris yang disewa "mereka" dan digaji besar seperti para pejabat BPJS. Sementara, di waktu yang tidak tepat, memaksa iuran BPJS naik. Dan, baru sekarang mengungkap iuran BPJS seharusnya naiknya lebih besar. 

Dengan demikian Febrio secara tidak langsung meminta masyarakat bersyukur karena naiknya iuran BPJS tidak seperti perhitungan aktuaris? Dengan begitu, Febrio juga lagi memuji bahwa pemerintah sejatinya sudah memihak dan membela rakyat? 

Febrio, Febrio. Kalau Anda tak duduk sebagai Kepala BKF, dan kini sebagai rakyat biasa, apakah Anda akan dengan mudah bicara bahwa kenaikan iuran BPJS   per 1 Juli 2020 untuk kelas I dan II murah? Begitu? 

Bila Anda juga mengatakan, tarif iuran BPJS Kesehatan perlu dilakukan peninjauan ulang secara berkala. Pasalnya sejak tahun 2016, tarif iuran BPJS Kesehatan belum pernah mengalami penyesuaian dan besaran iuran BPJS Kesehatan itu perlu di-review secara berkala. Itu tidak salah. 

Yang salah adalah, di lapangan, apa yang menjadi tuntutan KPCDI yang menang di MA, belum sepenuhnya menjadi realitas perbaikan. Sudah begitu, bila Anda membuka mata dan hati, Anda tentu tidak akan menambah masalah dan membikin rakyat tambah jengah. 

Di tengah penderitaan dan keterpurukan ekonomi, semua golongan rakyat terimbas, iuran BPJS pun harus dinaikkan. Bagi rakyat, iuran BPJS yang sifatnya wajib, telat bayar denda, telat iuran, hutang menumpuk, bukankah ini tak ubahnya penarikan "upeti" rakyat zaman kerajaan dahulu. Dan, kini rakyat Indonesia di zaman kemerdekaan masih harus merasakan penjajahan "upeti?" 

Sayang, pembelaan Febrio dengan back-up aktuaris, begitu terlambat, dan terkesan hanya coba "mencari muka". Rakyat sudah terlanjut resah. 

Seandainya Febrio membaca berita, bahwa Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan La Tunreng pada kamis, (28/5/2020) mengungkapkan kepada awak media bahwa sudah ada 50 persen masyarakat minta turun kelas dari kelas 1 ke kelas 3, mengingat iuran BPJS naik di tengah pandemi Covid 19. Apa yang mau diungkap Febrio? 

Apa Febrio akan mengungkap lagi, bahwa secara perhitungan iuran kelas 3 juga bukan seperti yang sekarang telah dipahami rakyat? Sungguh, rakyat sangat berharap, jangan ada lagi rakyat yang duduk di lembaga pemerintah, terus-terusan mengaduk-aduk pikiran dan perasaan rakyat di masa yang kini sangat sulit, karena hanya mengukur dirinya sendiri yang sedang "hidup enak".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun