Bila Anda juga mengatakan, tarif iuran BPJS Kesehatan perlu dilakukan peninjauan ulang secara berkala. Pasalnya sejak tahun 2016, tarif iuran BPJS Kesehatan belum pernah mengalami penyesuaian dan besaran iuran BPJS Kesehatan itu perlu di-review secara berkala. Itu tidak salah.Â
Yang salah adalah, di lapangan, apa yang menjadi tuntutan KPCDI yang menang di MA, belum sepenuhnya menjadi realitas perbaikan. Sudah begitu, bila Anda membuka mata dan hati, Anda tentu tidak akan menambah masalah dan membikin rakyat tambah jengah.Â
Di tengah penderitaan dan keterpurukan ekonomi, semua golongan rakyat terimbas, iuran BPJS pun harus dinaikkan. Bagi rakyat, iuran BPJS yang sifatnya wajib, telat bayar denda, telat iuran, hutang menumpuk, bukankah ini tak ubahnya penarikan "upeti" rakyat zaman kerajaan dahulu. Dan, kini rakyat Indonesia di zaman kemerdekaan masih harus merasakan penjajahan "upeti?"Â
Sayang, pembelaan Febrio dengan back-up aktuaris, begitu terlambat, dan terkesan hanya coba "mencari muka". Rakyat sudah terlanjut resah.Â
Seandainya Febrio membaca berita, bahwa Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan La Tunreng pada kamis, (28/5/2020) mengungkapkan kepada awak media bahwa sudah ada 50 persen masyarakat minta turun kelas dari kelas 1 ke kelas 3, mengingat iuran BPJS naik di tengah pandemi Covid 19. Apa yang mau diungkap Febrio?Â
Apa Febrio akan mengungkap lagi, bahwa secara perhitungan iuran kelas 3 juga bukan seperti yang sekarang telah dipahami rakyat? Sungguh, rakyat sangat berharap, jangan ada lagi rakyat yang duduk di lembaga pemerintah, terus-terusan mengaduk-aduk pikiran dan perasaan rakyat di masa yang kini sangat sulit, karena hanya mengukur dirinya sendiri yang sedang "hidup enak".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H