Masyarakat masih banyak yang tidak menyadari dan tidak mau mengerti untuk hidup sederhana, sebab latar belakangnya juga, selama ini memang mereka sudah terbiasa hidup sederhana, bahkan biasa hidup menderita.Â
Jadi, menjelang Idul Fitri, mumpung baru mendapat uang, maka tidak berpikir panjang dan langsung membelanjakan uangnya untuk membeli kebutuhan sekunder seperti sandang dan baramg lain yang tidak begitu mendesak.Â
Padahal kita tidak tahu sampai kapan wabah corona akan usai, dan selama itu, masyarakat sangat prioritas untuk menyiapkan diri dengan kebutuhan primer, yaitu pangan.Â
Hidup sederhana, berpikir jernihÂ
Menyoal hidup sederhana, Allah SWT telah berfirman dalam QS Al-Israa: 26-27:Â
26. "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros."Â
27. "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." Dari firman Allah tersebut, bahwa Allah tidak menganjurkan kita hidup boros, sebab hidup boros adalah saudaranya syaitan.Â
Jadi, kejadian masyarakat yang membanjiri pasar dan mall di masa corona hanya demi tradisi dan gaya hidup menjelang Lebaran, sebenarnya sudah masuk dalam kategori boros dan menghamburkan uang.Â
Dalam QS. Al-Baqarah : 177, Allah juga berfirman: "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.Â
Sesuai ayat tersebut, masyarakat memang belum banyak yang paham dan belum banyak yang tidak sadar dengan perilakunya tetap memaksakan tradisi belanja dan mengabaikan protokol kesehatan serta belum dapat menerjemahkan makna dari beriman dan kebajikan, bukan sekadar mengejar gaya dan gengsi, sembunyi di balik kata tradisi.Â
Andai semua masyarakat telah memahami apa makna hidup sederhana sesuai ayat-ayat tersebut, serta menggunakan daya pikir, kecerdasan, dan emosinya, maka dalam situasi Ramadan dan Idul Fitri yang tidak normal akan dapat menahan hawa nafsunya, menahan diri untuk bertindak dalam gaya hidup yang tidak hedon.Â