Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Penanganan Covid-19 Terburuk dan Manuver Kepentingan

18 Mei 2020   16:29 Diperbarui: 18 Mei 2020   16:53 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, rakyat Indonesia semakin terbuka mata, bahwa kehadiran pandemi corona di Indonesia, memang sepertinya tidak menjadi prioritas bagi pemerintah untuk menangani, sebab, pemerintah malah semakin nampak pembelaannya dalam hal ekonomi, terbukti dengan manuver-manuvernya.

Berdasarkan kutipan Jurnal Melbourne Asia Review (MAR) yang dirilis Jumat (15/5/2020), penanganan Covid 19 di Indonesia, adalah yang terburuk di Asia. Indikasinya, dari angka kematian 7 persen, sementara negara lainnya antara 0-3 persen. 

Memang bila hanya dilihat dari indikasi jumlah kematian, rasanya kurang fair, karena jumlah penduduk Indonesia di antara negara Asia Tenggara, adalah terbanyak. 

Namun, bila dilihat dari alasan berikut, lumayan logis dan masuk akal. Dalam jurnal tersebut juga diungkap bahwa selain karena lambatnya pemerintahan Jokowi dalam merespon dan kurangnya pemikiran strategis meski telah dikritisi dan diprotes berbagai pihak, serta keengganan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. 

Sementara Jokowi bersama elite-bisnis malah memanfaatkan situasi krisis pendemi corona sebagai kesempatan untuk mengeluarkan banyak Undang-Undang (UU) kontroversial yang lebih banyak memberi banyak ruang kepada negara dan membuka jalan bagi penjarahan sumber daya negara. 

Selain mendapat predikat terburuk dalam penanganan, lambat merespon, tidak tegas, enggan memberikan bantuan sosial kepada rakyat, dan malah menggunakan kesempatan krisis pandemi corona untuk mengeluarkan UU Kontroversial, menekan rakyat dengan kenaikan iuran BPJS, serta membuka jalan bagi penjarahan sumber daya alam Indonesia, kini ada lagi produk kebijakan di sela-sela Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sangat setengah hati, mencla-mencle, dan sangat longgar, yaitu dengan narasi new normal atau tatanan hidup baru Indonesia di tengah corona. Itulah manuver yang terus di lancarkan, tak peduli rakyat semakin bingung dan tak habis pikir dengan jalan pikiran Kabinet Indonesia Maju pimpinan Jokowi ini.

Tak pelak, pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai pemerintah seperti ingin lepas tanggung jawab melindungi masyarakat dari Covid-19 dengan menyampaikan narasi new normal atau tatanan hidup baru. Ubedilah berpendapat belum waktunya dan akan berbahaya jika new normal diberlakukan. "Itu sama saja pemerintah membuka sebuah lapangan untuk bunuh diri massal," kata Ubedilah ketika dihubungi, awak media,  Senin, (18/5/2020). 

Narasi membikin new normal, adalah rencana yang sangat gegabah. Tidak semudah membalik telapak tangan seperti pemerintah kini hobi memproduksi UU kontroversial, karena tidak ada yang bisa mencegah dan mengawasi. 

New normal pun perlu ada riset yang memadai untuk memutuskan pemberlakuannya. Bila riset dilakukan sekarang pun belum utuh. Apalagi, gelombang kedua Covid-19 belum terjadi. 

Menjalankan PSBB dengan benar saja setengah hati, sampai petugas medis mengelurakan #IndonesiaTerserah. Coba kita lihat bagaiamana pelaksanaan PSBB dari perubahan pola hidup, berekonomi, berinteraksi, pola hidup di rumah, pola kerja, belajar, kebiasaan hidup bersih, menggunakan masker, dan sebagainya. 

Pola ini nampak jelas dan dipatuhi oleh kalangan masyarakat dengan latar belakang pendidikan tinggi. Sementara, pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dengan penghasilan rendah, PSBB juga diabaikan. Bagaimana mau membuat program dan pola new normal? 

Bila menyimak apa yang disampaikan Presiden Jokowi, sebelumnya mengatakan masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Namun dia menampik jika hidup berdampingan dengan Covid-19 sama dengan menyerah melawan penyakit itu.Perlawanan terhadap Covid-19 tetap berlangsung dengan mengedepankan protokol kesehatan. 

Pemerintah akan mengatur agar kehidupan masyarakat berangsur-angsur dapat kembali berjalan normal. "Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal," kata Jokowi, Jumat, 15 Mei 2020. 

Dengan kondisi ini, memang semakin nampak bahwa pemerintah memang ingin menghindar dari tanggungjawab melindungi rakyat, seperti diungkap oleh Ibedilah dan Jurnal  MAR. 

Bahkan skema-skema akan kembali menormalkan berbagai kehidupan sektor ekonomi termasuk membolehkan karyawan di bawah umur 45 tahun kembali aktif berkerja, semakin jelas dan pasti, Jokowi dan pemerintahannya memang hanya berpikir ekonomi, kepentingan bisnis elite partai, memperkuat posisi dengan produk UU yang melindungi dan menekan rakyat, dan yang paling banyak dikawatirkan adalah tentang sinyalemen penjarahan sumber daya Indonesia untuk kepentingannya. 

Covid 19 bagi rakyat Indonesia adalah musibah, mengapa bagi mereka menjadi berkah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun