Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

(20) Ramadan Tak Biasa, Jangan Apatis dan Skeptis, Optimislah!

13 Mei 2020   00:05 Diperbarui: 13 Mei 2020   00:26 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harapan dan pandangan baik, membuka langkah menjadi mudah. (Supartono JW.13052020)

Ramadan Tak Biasa, di tengah pandemi corona, hari ini memasuki hari terakhir, yaitu hari ke-20, dalam fase keistimewaan 10 hari kedua Ramadan yang penuh maghfirah, ampunan. 

Kira-kira apa yang dapat dideskripsikan dari kondisi masyarakat sepanjang 19 hari Ramadan yang telah kita lewati? Dari berbagai situasi dan kondisi, baik fakta langsung di masyarakat maupun dari berbagai pemberitaan di media massa, media sosial,  dan televisi, saya menyimpulkan ada tiga sikap yang sangat menonjol dari masyarakat kita secara umum, maupun khususnya umat muslim.  Sikap itu adalah apatis, skeptis, dan optimis. 

Longgar, langgar, prasangka buruk 

Kira-kira dari tiga sikap yang muncul di masyarakat kita dalam ibadah Ramadan di tengah corona, mana yang lebih dominan? 

Sebagai tolok ukur, dalam situasi pandemi corona, dengan adanya tindakan pencegahan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di dalamnya ada perintah belajar di rumah, bekerja di rumah, dan ibadah di rumah. Lalu, bila terpaksa ke luar rumah wajib memakai masker dan pembatasan diri, serta ada Larangan Mudik, maka dapat kita lihat sikap masyarakat dalam mematuhi semua hal tersebut. 

Bila diidentifikasi sikapnya, ambil contoh dalam diskusi di TV One, Selasa malam (12/5/2020), ternyata temanya adalah "longgar dan dilanggar". Isi diskusinya adalah menyoal banyaknya masyarakat yang tetap cuek dan melanggar peraturan PSBB maupun larangan mudik, karena pemerintahnya juga longgar, tidak tegas, bahkan cenderung "mencla-mencle" dalam soal peraturan yang membikin masyarakat jadi bingung. 

Sementara ketika saya membaca di Tribun Manado.co.id, Selasa (12/5/2020), ada judul tausiah, siar agama tentang Renungan Ramadan 20-Menata Hati untuk Empati Bukan Caci Maki, ternyata menyoal ibadah di rumah dan ibadah di masjid saja menjadi persoalan yang tanpa disadari menjadi perseteruan dan cenderung caci maki, bukan empati. Apa pasalnya? 

Atas adanya peraturan dan fatwa untuk tidak beribadah di masjid, ternyata tetap banyak muslim yang beribadah di masjid. Nah, yang tetap salat di masjid berprasangka buruk bahwa mereka yang tidak salat di masjid dianggap lemah iman dan tidak mau memakmurkan masjid karena urusan mati dan hidup adalah urusan Allah SWT,  bukan urusan manusia. 

Sebaliknya, mereka yang tidak salat di masjid menganggap yang tetap salat di masjid adalah 'pembangkang' aturan  pemerintah dan fatwa MUI, dan tidak toleran dalam membantu memutus mata rantai penyebaran corona. 

Selain, dua contoh berita yang saya kutip tersebut, masyarakat juga dapat melihat contoh yang sama di sekitar lingkungannya secara langsung, tidak perlu menonton berita dari televisi atau membaca dari media tentang sikap masyarakat kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun