Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Blunder Corona dan Kebijakan Menyikapinya

7 April 2020   12:10 Diperbarui: 7 April 2020   12:34 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa komunikasi pemerintah menjadi terlihat lemah dan malah justru diisi oleh saling kritik dan saling menyerang balik, sehingga tanpa disadari atau memang disadari telah teridentifikasi 37 pernyataan blunder? 

Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, Abdul Gaffar Karim dalam sebuah diskusi Senin (6/4/2020) menyebut, blunder pernyataan politik pemerintah selama pandemi Covid-19 terjadi adanya faksi atau kekuatan-kekuatan politik.

Menurut Abdul, faksi tersebut bersaing satu sama lain sehingga menimbulkan gangguan atau noise dalam komunikasi politik pemerintah dalam menghadapi wabah corona. Mengapa faksi terus bergulir? Abdul menyebut ada tiga alasan, pertama, adanya investasi elektoral. Politisi selalu berusaha membangun popularitas dan elektabilitasnya.Meskipun tak cukup dominan, investasi elektoral turut menentukan bagaimana para politisi saling menjatuhkan satu sama lain. Mereka berusaha menunjukkan politisi lain supaya tetap mendapat perhatian dari masyarakat agar mereka tetap berada di dalam top of mind masyarakat.

Kedua, faksi juga berkaitan dengan egosektoral yang masih sangat besar antara satu lembaga dengan lainnya. Egosektoral ini bisa menghasilkan perbedaan sudut pandang, baik dari sudut pandang ekonomi, kedokteran, hingga keamanan. Berkaitan dengan watak koalisi pemerintah, meskipun Indonesia menganut pemerintahan presidensial, pemerintah selalu tergantung pada pola koalisi antar kekuatan politik. 

Ketiga, setiap koalisi memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Namun demikian, mereka yang cenderung berada di koalisi pemerintahan cenderung lebih mendapatkan tempat. Jadi, tidak heran bila kelompok-kelompok yang berada di dalam koalisi pemerintah itu akhirnya selalu berusaha menemukan cara bahwa dirinyalah yang paling bagus. 

Dari semua fakta yang telah saya ungkap, adanya data dari Nomura Holdings Inc, yang telah memberikan data Indonesia terlemah dalam PPADC19. Lalu pernyataan Kapusdatinkom BNPB yang mengungkap data corona belum valid. Berikutnya hasil temuan blunder pemerintah oleh LP3ES, serta fakta-fakta saling sodok kekuatan politik menurut Abdul, maka kita semua sejatinya dapat menilai dan menyimpulkan sendiri kondisi yang terjadi di Indonesia mengapa menjadi seperti ini. 

Barangkali apapun masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak, memang masih akan sulit menembus hati nurani mereka. 

Akankah blunder terus terjadi dan wabah corona semakin sulit diatasi? Siapa lagi yang akan memicu blunder corona? Dalam situasi seperti ini, kita hanya dapat mendengar, mononton, menyimak apa yang akan terjadi #DariRumahSaja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun