Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlukah Grup WA Dilockdown?

22 Maret 2020   11:51 Diperbarui: 22 Maret 2020   11:55 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Bila hanya sekadar menjadi anggota grup, tak menggeluti bidang dan tak paham atas apa yang akan dishare, apalagi hanya copas dari orang/pihak/grup wa lain, maka setoplah diri Anda menjadi ikut-ikutan bak media massa, media online, televisi, dan seperti para penulis artikel, praktisi, dan pengamat. 

Perlu diketahui oleh masyarakat luas bahwa grup medsos, khususnya whatsapp (wa) ada sistem yang dapat menutup akses anggota grup untuk dapat mengirim pesan atau menge-share informasi. 

Kini sistem itu sudah dipakai oleh beberapa grup wa, demi "mengamankan" berbagai hal. Tapi menjadi pertanyaan juga, untuk apa grup itu masih ada bila tujuannya untuk kekeluargaan dan kebersamaan. Berbeda dengan grup wa yang tujuan dibuatnya hanya untuk kepentingan satu arah, yaitu hanya untuk kepentingan pemilik grup alias admin grup. 

Maka, anggotanya hanya akan dapat membaca apapun informasi dari admin, tanpa dapat menimpali apapun, karena sistemnya hanya admin yang dapat mengirim pesan dan menge-share segala sesuatu, hanya sesuai kepentingan admin. 

Nah, apakah Anda-Anda semua masyarakat Indonesia ada dalam grup wa dengan tujuan kebersamaan dan kekeluargaan yang dapat saling berbagi, berkirim pesan, menge-share apa pun dalam grup atau hanya menjadi anggota karena kekuasaan grup ada pada admin? 

Sebetulnya, saat inilah yang paling tepat, untuk admin-admin grup wa yang latar belakang lahirnya grup memang demi memudahkan kepentingan pemilik grup atau admin, untuk menutup akses anggota grup tidak dapat lagi mengirim pesan. 

Di tengah situasi wabah virus corona, maka dalam hitungan detik, sebuah informasi baik dalam bentuk pesan biasa,  tulisan pribadi, artkel dari media massa dan online, tayangan berita baik dari media massa, media online, dan televisi, hingga berbagai bentuk video, akan tersebar dan diviralkan melalui grup-grup wa. 

Semua individu dalam grup, kini menjadi "latah" demi ikut "berbagi" dengan maksud turut menjadi penyebar informasi demi pencegahan dan keselamatan masyarakat dalam menghadapi wabah corona. 

Meski, sebelum corona hadir, setiap individu dalam grup wa juga sudah berperilaku sama. 

Perlu disadari dan dipahami, bahwa informasi dalam bentuk artikel atau berita yang sudah ditayangkan oleh media massa dan media online "terpercaya" prosesnya tidak mudah. 

Harus laik tayang, ada proses moderasi/seleksi dari dewan redaksi. Namun, kini sudah menjadi budaya bagi siapa saja, tulisan pribadi pun seolah menjadi "sesuatu" yang layak di viralkan. 

Padahal dalam kenyataannya, khususnya tulisan-tulisan pribadi yang di share di grup-grup wa, masih dalam taraf "subyektivitas tinggi" penulisnya. Tidak berimbang.

Sehingga sangat rawan membuat masyarakat yang membacanya menjadi mudah terpengaruh, percaya. Malah tanpa memahami bahwa tulisan/berita itu apakah layak untuk disebarkan atau tidak, karena tingkat pendidikan pengguna media wa juga timpang, menjadi sangat longgar. Banyak kasus sudah terjadi, banyak sudah yang ditangkapi polisi, namun nyatanya, "latah" terus terjadi.

Sekarang boleh dikatakan bahwa grup wa tak ubahnya seperti media massa dan media online resmi, namun tanpa ada dewan moderasi dan staf redaksi. 

Ironisnya, justru menjadi penyumbang terbesar disinformasi di masyarakat. Maka lahirlah hoaks. Lahirlah sengketa, perpecahan, saling sikut, konflik dan sejenisnya dari grup-grup wa, yang tanpa disadari juga sangat rentan membuat masyarakat menjadi "bawa perasaan" baper, hingga berujung menjadikan masyarakat yang belum kuat mental menjadi "asosial" hingga rentan memicu disintegrasi bangsa. 

Secara fakta, juga menjadikan handphone setiap anggota grup kepenuhan memori, karena berisi berbagai informasi yang tanpa disaring dan pada ujungnya malah dianggap "sampah". 

Namun yang pasti, sekarang memang sudah saatnya untuk setiap admin grup wa  me-lockdown anggota grup untuk sementara berdiam diri dulu tanpa "latah" ikut-ikutan menjadi penyebar informasi dan berita terutama menyoal corona. 

Sudah ada BNPB dan juru bicara pemerintah yang selalu mengupdate perkembangan dan bagaimana menyikapi   dan menghadapi virus corona melalu media massa dan media televisi yang juga mudah diakses oleh setiap anggota masyarakat. 

Bila dalam sebuah anggota grup wa para anggotanya tidak latah dan sok-sok an ikut menjadi penyebar informasi dan berita, sudah dewasa semua, tidak ada yang baper, cerdas intelektual dan emosional, mungkin admin tidak perlu melockdown grup. 

Ingat, setiap apa yang ditulis oleh para penulis artikel dan penulis berita, bila sampai dapat disebarkan dan diviralkan, itu semua telah melalui proses moderasi redaksi. 

Artinya, informasi dalam artikel dan berita di buat dengan pemikiran ilmiah dan sesuai aturan. Meski tetap saja ada media massa, media online, dan televisi yang "kecolongan". 

Jadi, bila hanya sekadar menjadi anggota grup, tak menggeluti bidang dan tak paham atas apa yang akan dishare, apalagi hanya copas dari orang/pihak/grup wa lain, maka setoplah diri Anda menjadi ikut-ikutan bak media massa, media online, televisi, dan seperti para penulis artikel, praktisi, dan pengamat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun