Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Nyawa dan Ekonomi

18 Maret 2020   20:06 Diperbarui: 18 Maret 2020   20:13 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menonton tayangan akibat virus Corona, di sebuah  televisi swasta nasional, Rabu petang (18/3/2020) di china terjadi penusukan karena berebut membeli masker. Di Australia terjadi keributan karena berebut tisu toilet di swalayan, lalu juga ada orang yang bersifat rasis di moda transportasi KRL/MRT. Masih banyak kejadian lain di luar sana akibat virus Corona. Bagaimana di Indonesia, nantinya? Sebab, pandemi virus Corona boleh dibilang baru dimulai.

Hari ini, Rabu (18/4/2020) penyebaran virus Corona di Indonesia sudah melewati angka cukup signifikan, yaitu 227 korba. Itupun bila datanya tidak dimanipulasi. 

Bahkan hanya dalam hitungan satu hari, Selasa-Rabu (17-18/3) korban bertambah hingga angka 55an. Ini sangat luar biasa. Padahal per Senin (16/3/2020) hampir seluruh daerah di Indonesia justru telah meliburkan sekolah dan karyawan. 

Lalu, bila dihitung sejak, ada korban terdeteksi terpapar virus Corona sejak 2 Maret 2020 di Indonesia, maka perjalanan pandemi virus Corona memang semakin mengkawatirkan. 

Sudah ada imbauan berdiam diri di rumah, kerja di rumah, belajar di rumah, beribada di rumah, kemudian saat berada di luar rumah juga menjaga jarak (sosial distance). Imbauan untuk masyarakat tidak panik, menjaga kebersihan dan kesehatan, menjaga asupan makanan. 

Namun, nampaknya semua upaya tak mampu membendung pergerakan penyebaran virus ini hingga korban terus bertambah. Masyarakat semakin was-was hingga pembahasan Indonesia perlu di lockdown atau tidak, juga terus mengalir baik di medsos, media massa, hingga perdebatan di layar kaca. 

Khusus untuk masalah lockdown ini, masyarakat juga banyak yang sangat memahami bahwa bila kebijakan ini di ambil, ada kesadaran bahwa pemerintah dan rakyat Indonesia sama-sama boleh dikatakan tidak siap. 

Ini menjadi delimatis, sebab persoalan lockdown akan berimbas benar pada keselamatan rakyat Indonesia, sebaliknya  juga akan berakibat fatal bagi perekonomian rakyat. Mengapa perekonomian rakyat? Bukan perekonomian Indonesia? 

Rakyat Indonesia yang menggantungkan hidup dari sektor informal, masih mendominasi di negeri ini. Bekerja hari ini, untuk makan hari ini. Bila sampai kebijakan lockdown diberlakukan, maka negeri akan chaos (kacau). 

Bila tidak di lockdown, maka sektor pekerja informal inilah juga yang akan menjadi korban terdepan dari serangan atau penyebaran virus Corona. Sebagai contoh, melansir dari Kompas.com,  Asosiasi driver ojek online yang tergabung dalam Gabungan Transportasi Roda Dua (Garda) Indonesia menolak kebijakan lockdown.

Presidium Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan, kebijakan lockdown akan sangat berdampak buruk terhadap pekerja yang bergerak di sektor informal, sebab, pekerja jenis tersebut pendapatannya bergantung terhadap aktifitas sehari-hari. Igun pun menjelaskan bahwa: " Lockdown jika diberlakukan di Indonesia dampak negatifnya jauh lebih besar dari negara lain, karena banyak yang mencari nafkah di sektor informal," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (18/3/2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun