Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Nyawa dan Ekonomi

18 Maret 2020   20:06 Diperbarui: 18 Maret 2020   20:13 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang diutarakan Igun tidak salah. Driver ojek online memang merupakan jenis pekerjaan informal. Karenanya bila lockdown diberlakukan, tentu akan merugikan driver ojek online. 

Terlebih kita ketahui bahwa, ada jutaan ojol yang setiap hari penghasilannya didapatkan secara harian bergantung pada pengguna jasa ojol harian. Selain Ojol, ada buruh harian, ada penjual kuliner harian, ada penjual di pasar tradisional dan tak terhitung rakyat yang bekerja di sektor informal, yang digaransi juga tak memiliki tabungan uang bila harus ada lockdown, sebab untuk makan sehari-hari saja susah. 

Boleh saja Persiden kita meminta rakyat bekerja di rumah, belajar di rumah, beribadah di rumah. Namun, imbauan itu untuk rakyat kelas apa? 

Ingat rakyat Indonesia masih teridentifikasi dalam tiga golongan. Kalangan orang kaya (asli dan dari utang), kalangan menengah (asli, juga utang), dan kalangan jelata (asli miskin). 

Sehingga saat fakta ekonomi rakyat ini dihadapkan dengan kebijakan apapun dalam menyikapi dan mencegah virus Corona, menjadi tidak dapat disama-ratakan. 

Sejurus dengan hal ini, menurut, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, bila Indonesia pada akhirnya menerapkan lockdown akibat wabah virus corona, maka dampaknya akan buruk bagi perekonomian. Begitupun sektor informal, akan kehilangan penghasilan. Sektor produksi akan terganggu karena banyak produk yang akan berkurang pasokannya. 

Piter menambahkan: "Termasuk juga merencanakan antisipasi apabila dilakukan "lockdown" dampaknya bisa dipastikan akan signifikan, perekonomian seperti dimatikan. Karenanya, semua ini harus diantisipasi dan disiapkan solusinya," ujarnya kepada awak media di Jakarta, Senin (16/3/2020). 

Barangkali inilah yang selama ini menjadi perhitungan sangat mendasar dan mendetail dari Jokowi maupun pemerintahannya. Memang simalakama. Pilih menyelamatkan nyawa atau ekonomi? 

Melakukan kebijakan lockdown, juga sudah terbayang akibatnya, rakyat bisa kasar dan rusuh karena kelaparan, pun malah dapat menimbukkan banyak korban terpapar virus Corona, karena bisa saja rakyat malah sulit dikendalikan. 

Setali tiga uang, tidak ada lockdown, korban terus bertambah dan semakin tak dapat dikendalikan pun ditambah oleh banyaknya perusahaan swasta yang tetap kukuh tak meliburkan karyawannya, meski karyawan (baca: bisa bp/ibu/anak) yang bekerja di perusahaan bersangkutan, semakin hari, semakin membikin gelisah keluarganya. 

Sebagian keluarga lain sudah berdiam di rumah, namun masih ada anggota keluarga yang masuk kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun