Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Banyak Karyawan yang Belum Diliburkan, Bagaimana Pemerintah?

17 Maret 2020   20:00 Diperbarui: 17 Maret 2020   20:09 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski BNPB sebagai komando utama penanggulangan bencana wabah viris Corona memperpanjang masa darurat nasional hingga 29 Mei 2020. 

Saat Presiden Jokowi juga sudah menghimbau untuk masyarakat berdiam diri di rumah, bekerja di rumah, belajar di rumah, beribadah di rumah. 

Lalu, MUI pun mengeluarkan fatwa salat Jumat bisa di ganti salat dzuhur bagi kaum muslim. 

Namun, kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies, mengurangi jumlah operasional moda transportasi massal, malah sempat menuai kontra karena para pekerja juga tetap masih banyak yang masuk kantor, sebab tidak diliburkan, hingga akhirnya mereka dibuat menjadi antri. Salah Anies? Salah Perusahaan? Atau salah siapa? 

Sementara, para penumpang KRL di suatu Stasiun, juga ikut emosional-brangasan karena merasa terhambat demi mengejar waktu menuju tempat kerja, ketika harus antri ikut tes deteksi virus Corona oleh petugas KAI. 

Di layar kaca dan media massa, para pengamat, para elite partai politik, para praktisi kebijakan publik, hingga yang merasa mewakili pemerintah, malah terus berdebat menyoal sikap pemerintah pusat yang lambat, tidak tegas, hanya memikirkan ekonomi, bukan nyawa rakyat, hingga menyoal lockdown yang terus menjadi perdebatan, hingga ada pengingatan pejabat pemerintah bahwa lokcdown adalah wewenang pejabat pemerintah. 

Lebih miris, ternyata, dalam situasi yang terus membuat korban virus Corona bertambah di Indonesia, puluhan WNA China pun malah masih lolos masuk ke Indonesia, yang malah membuat pejabat polisi di daerah juga salah informasi dan malah menangkap rakyat yang dituduh penebar video hoaks. 

Padahal belakangan benar, bahwa WNA China itu memang dari Thailand, bukan baru mengurus visa di Jakarta. 

Sekali lagi, virus Corona sudah pandemi. Bahkan korban yang dapat menularkan pun sulit bagi setiap orang mendeteksi. Namun, hal yang kini justru sangat menjadikan masyarakat risau adalah, masih banyaknya perusahaan dan kantor-kantor yang tidak meliburkan karyawannya. 

Inilah yang kini sangat meresahkan masyarakat. Mungkin bila Jokowi tidak akan ambil keputusan lokcdown karena risikonya sangat besar, butuh modal besar, butuh petugas medis, polisi, dan tentara dari segi kesehatan dan keamanan, karena belum lockdown, hanya didetekis petugas medis saja sudah tak sabar dan marah. Bagaimana bila benar Indonesia di lockdown dan rakyat kelaparan. 

Apakah polisi dan tentara akan mampu menggaransi menjaga Indonesia aman dari kerusuhan dan penjarahan karena satu di antaranya rakyat akan kelaparan? Yang kaya boleh tenang, namun yang miskin tentu akan kelimpungan.

Keputusan meliburkan karyawan, siswa, dan mahasiswa, agar berdiam diri di rumah, melakukan karantina mandiri (baca: lockdown mandiri) mungkin sementara menjadi keputusan yang paling bijak, namun masih berseliwerannya anggota keluarga ke luar masuk rumah dan harus berhadapan dengan masyarakat dan lingkungan umum karena kantor tidak meliburkan karyawan, maka risiko penularan virus Corona terhadap keluarga di rumah masih sangat besar. 

Hingga saat ini, di setiap keluarga, masih ada bapak/ibu/anak/kerabat yang tinggal dalam satu rumah, masih melakukan aktivitas pekerjaan di luar rumah/di kantor. 

Mengapa perusahaan/kantor-kantor yang masih mewajibkan karyawannya masuk kerja tidak diberikan tindakan tegas oleh pemerintah. Sementara BNPB saja memperpanjang masa darurat nasional hingga 29 Mei 2020. 

Bila, semua perusahaan dan kantor akhirnya dapat taat atau minimal membatasi atau melakukan sift karyawannya dalam masuk bekerja, tentu kekawatiran setiap keluarga di Indonesia akan sedikit melegakan. 

Jadi, percuma ada peraturan yang meminta masyarakat berdiam di rumah, bekerja di rumah, belajar di rumah, beribadah di rumah, namun tetap masih ada anggota keluarga yang harus ke luar rumah untuk bekerja, karena perusahaan dan kantornya tidak meliburkan mereka meski juga sudah ada imbauan untuk melakukan sosial distance (jaga jarak) saat berada di lingkungan umum?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun