Periode Kedua Kabinet Indonesia Maju (Kerja) baru lewat 100 hari. Masih ada ribuan hari lagi hingga akhir kekuasaan di tahun 2024.Â
Dari tampuk kepemimpinan yang kini sedang diemban Presiden dan para menteri serta para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semuanya dipilih oleh rakyat, apap pun produk pekerjaan yang kini mereka lakukan dalam bentuk kebijakan maupun Undang-Undang, yang seharusnya demi kemaslahatan umat dan kesejahteraan rakyat, nyatanya malah membikin rakyat berteriak, tambah menderita.Â
Saat kepemimpinan di periode pertama, nampaknya, baik Presiden maupun DPR yang lebih banyak diisi oleh gerbong partai koalisi mereka, produk Undang-Undang maupun kebijakannya memihak ke rakyat.Â
Namun, di periode kedua, dalam tempo 100 hari kerja, produk Undang-Undang dan kebijakannya tak lagi memihak rakyat. Seolah negara NKRI bukan lagi sebagai NKRI, tetapi lebih mirip sebagai NKKI (Negara Kesatuan Kerajaan Indonesia).Â
Apa-apa yang dititahkan oleh pemimpin negara dan DPR, meskipun rakyat sudah berteriak tak setuju, tetap saja produk Undang-Undang dan Kebijakan apapun yang mereka inginkan tetap.diberlakukan.Â
Saat rakyat benar-benar telah gelisah hingga akhirnya membikin deomostrasi yang juga akibatkan adanya korban, mereka tak bergeming.Â
Atas ketaksetujuan rakyat, bila pemimpin Negara diminta menurunkan Perppu, dari produk UU atau kebijkan yang ditentang maka mereka tetap bergeming dan sembunyi di balik jalur hukum bernama Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara, rakyat pun tahu, bila ada hal yang sampai masuk ke ranah MK, hasilnya pun dapat ditebak.Â
Mengapa pemimpin negara dan DPR, seolah menjadi tak punya hati untuk rakyat? Semua berkoar apa yang mereka lakukan demi dan atas nama rakyat. Tetapi mereka saling bagi kursi jabatan gratis dan bancakan uang rakyat demi diri sendiri dan kelompoknya.Â
Rakyat semakin terlihat antipati. Bahkan, saat Wakil Presiden lewat menggunakan KRL untuk sebuah tugas, tapi membikin rakyat pengguna KRL terlantar, tak pelak, rombongan sekelas Wakil Presiden pun disoraki. Hingga pihak Istana akhirnya meminta maaf.Â
Herannya, pemimpin dan DPR terus saja membombardir keputusan dan kebijakan yang semakin membikin rakyat "jengah." Ironisnya, mereka semua nampak tak peduli, seolah memang sedang mencatatkan diri dalam buku sejarah Indonesia, bahwa dalam periode kepemimpinan merekalah segalanya dibuat menjadi sesuai keinginan mereka. Bukan keinginan dan harapan rakyat.Â