Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Omnibus Law dan Kebijakan yang Memihak Rakyat

21 Januari 2020   10:01 Diperbarui: 21 Januari 2020   10:19 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: NusaBali.com

Kendati suara kontra, penolakan di luar parlemen lantang disuarakan oleh para buruh, karena lahirnya RUU Omnibus Law dianggap akan merugikan para pekerja, namun belajar dari kasus demo mahasiswa menyoal revisi UU KPK juga, tentu akan tetap tak dipedulikan. 

Buruh pun sudah menggelar aksi besar-besaran pada Senin (20/1/2020) di depan Gedung DPR untuk menyatakan penolakan pada UU yang dianggap "sapu jagat" tersebut. Menurut Pesiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Saiq Iqbal, membeberkan ada enam alasan penolakan dari serikat buruh terkait dengan RUU Omnibus Law, yang kesmipulannya membuat buruh tambah menderita. 

Ironisnya, disimpulkan juga oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa pada prinsipnya hampir seluruh konfederasi buruh telah menerima omnibus law ini dan mereka menghendaki agar dilibatkan sebagai mitra dialog. 

Atas pernyataan Airlangga ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea membantah pernyataan Airlangga Hartarto terkait ucapan yang menyebut buruh telah setuju dengan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. 

"Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Sekarang saya mau tanya, konfederasi buruh mana yang sudah setuju?" ujar Andi dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Kamis (16/1/2020). 

Sama seperti revisi UU KPK yang tidak meminta saran dan masukan KPK, penyusunan RUU Omnibus Law juga ternyata tidak meminta saran dan masukan, atau minimal dengar pendapat dengan buruh sebelum merumuskan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. 

Setelah "geger" omnibus law, di negeri ini akan ada gegeran apalagi yang diciptaka oleh Jokowi dan DPR yang didukung sepenuhnya partai pendukung pemerintah. 

Yang pasti, di  periode kedua Presiden Jokowi memimpin Republik Indonesia hingga 2024 mendatang, sepanjang tahun 2019 hingga awal Januari 2020, telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menjadi kontroversi di Republik ini. 

Sepanjang 2019, kebijakan Jokowi yang paling disoroti di antaranya soal kenaikan tarif iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur dan program kartu pra kerja. 

Berikutnya, Jokowi juga membuat kaget rakyat, karena memberikan grasi untuk terpidana perkara korupsi. Selanjutnya, menandatangani surat presiden (Surpres) mengenai revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Jokowi juga menolak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK setelah UU KPK disahkan dalam rapat paripurna DPR RI periode 2014-2019. Kebijakan lainnya, menaikan tarif listrik, menaikkan gaji dan tunjangan PNS, TNI Polri dan Pensiunan hingga tunjangan Hari Raya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun