Sementara terkait masalah izin yang dihambat oleh Dewas KPK atau Dewas KPK juga memang diperintah oleh "atasannya" lagi, yang pasti persoalan ini pun sudah hilir mudik di bahas diberbagai media massa, media televisi, medsos, medion, hingga menjadi perbincangan rakyat di setiap sudut "tempat" di Republik ini.Â
Padahal sangat jelas, meski KPK sudah "patuh" menjalankan UU KPK "baru", dan menjalankan amanah secara prosedural, dengan mengajukan izin untuk penggeledahan, tetap saja Dewas KPK belum bergeming.Â
Pertanyaannya, Dewas KPK sedang menimbang/merancang apa? atau atasan Dewas KPK belum mendapatkan "trik" agar dapat "menyelamatkan" kolega yang sedang menjadi tersangka, dan juga menyelamatkan kolega lainnya serta partai itu sendiri?Â
"Kalau permohonan yang kami ajukan, Dewas belum memberi izin, kami tidak bisa apa-apa," tambah Ghufron.Â
Atas pernyataan Ghufron dan penilaian rakyat terhadap Dewas KPK yang jelas "disetir" atasannya, maka tak diragukan lagi bahwa, orang partai politik yang kini duduk sebagai pemimpin bangsa dan anggota DPR, memang tak mau meninggalkan ranah korupsi.Â
Sebab, dari berbagai opini rakyat, para koruptor selama ini lebih banyak teridentifikasi dari "orang partai". Opini rakyat pun berkembang bahwa, tanpa korupsi, mana mungkin gaji dan tunjangannya mereka cukup untuk biaya hidup diri dan keluarga, kolega, serta setoran ke partainya atau menutup hutang-hutangnya saat berkampanye.Â
Jadi, pelemahan KPK dengan hadirnya UU KPK baru, lalu fakta Dewas menghambat mengelurakan izin, "terbaca" juga ada nilai balas budi dan melindungi di dalamnya.Â
Percuma, bila akhirnya izin Dewas KPK turun pun, sandiwara sudah terbaca.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H