Kendati sepak bola nasional dengan tolok ukur Timnas Senior dan ranking FIFA terus terpuruk, akibat tak becusnya PSSI dan voter rasa lama yang terus bergelimang mafia, nempel seperti perangko di persepak bolaan nasional, ada hal yang patut dibanggakan oleh publik sepak bola nasional.Â
Tokoh-tokoh berikut adalah sosok yang tak dapat dipungkiri telah memberi warna sepak bola nasional hingga tetap di pandang oleh Asia Tenggara, Asia, dan dunia.Â
Sekurangnya, saya mencatat, mulai dari Danurwindo, Bima Sakti, Fakhri Husaini, Indra Sjafri, hingga Bambang Pamungkas, adalah contoh benar dalam sepak bola nasional.Â
Karena sosok-sosok tersebutlah, sepak bola nasional tetap bertaji dan diakui kehebatannya oleh dunia. Keberadaan Danurwindo sebagai Direktur Teknik PSSI, adalah rumus tetap yang melahirkan Kurikulum Sepak Bola Nasional dan Filosofi Filanesia yang menjadi dasar sepak bola akar rumput (usia dini dan muda) Indonesia.Â
Melalui kecerdasan dan pemikirannya, saya sebut, Profesor Sepak Bola Nasional bernama Danurwindo, telah menanamkan akar sepak bola nasional yang kuat di usia akar rumput.Â
Prof. Danur, bukan hanya berjibaku dalam program utama pembinaan sepak bola akar rumput PSSI, namun juga mendukung sepenuhnya keberadaan pembinaan dan kompetisi akar rumput dari pihak swasta, macam IJL, IJSL, Liga Kompas, dan Liga TopSkor yang terus andil menyumbangkan talenta muda ke Timnas.Â
Melalui program jitunya, Kompetisi Elite Pro Academy (EPA) Liga 1 pun sudah digulirkan sejak 2018, U-16, U-18, dan U-20.Â
Keberadaan kompetisi swasta, EPA, dan filosofi sepak bola filanesia, menjadi perpaduan mumpuni hingga lahir Timnas kelompok umur yang handal.Â
Cara pembinaan dan kompetisi yang justru didominasi oleh para pembina dan pelatih produk dalam negeri plus kurikulim yang sesuai kultur dan budaya Indonesia, menjadikan Timnas U-15/16, Timnas U18/19, hingga Timnas U-22/23 cukup bertaji.Â
Gayung pun bersambut, atas tatanan pembinaan dan kompetisi yang seragam dan satu kiblat, maka Bima Sakti pun dapat membuktikan bahwa, tanaman muda pesepak bola Indonesia, ketika disatukan dalam wadah bernama Timnas, Â ternyata hasilnya mampu dipanen dengan baik, karena disemai, ditanam, dan dirawat dengan benar oleh para pembina dan pelatihnya baik di SSB maupun di klub.Â
Setali tiga uang, Fakhri Husaini pun dapat memilih dan menentukan pemain muda terbaik yang ditempa dengan proses yang benar, tidak instan.Â
Hasilnya, sepanjang Fakhri memegang Timnas kelompok umur, tropi sudah digenggam. Timnas U-19 pun lolos ke babak final Piala Asia seperti U-16.Â
Sama seperti Bima dan Fakhri, Indra Sjafri pun cukup leluasa memilih dan menentukan pemain untuk skuat-nya. Hasilnya, uraian prestasi dan tropi pun sudah disumbang, Â Timnas U-22/23 pun sangat diperhitungkan dalam SEA Games Filipina.Â
Meski gagal meraih emas yang ditargetkan, namun publik dunia pun tahu bagaimana cara Vietnam demi menjegal pasukan Indra Sjafri.Â
Pada akhirnya, kolaborasi Prof. Danurwindo, Bima Sakti, Fakhri Husaini, dan Indra Sjafri yang asli produk Indonesia, nyatanya dapat membuat sepak bola Asia Tenggara, Asia, dan Dunia tetap gentar (takut) pada sepak bola kelompok umur Indonesia.Â
Di luar sosok-sosok hebat yang membikin sepak bola nasional kelompok umur manca negara, sosok pesepak bola macam Bambang Pamungkas, juga bukti bahwa sepak bola nasional dipandang oleh dunia. Gantung sepatunya Bambang "Bepe" Pamungkas, yang juga diberikan selamat oleh FIFA dan legenda sepak bola Spanyol/Barcelona, menandakan bahwa, saat era Bepe menyandang status pemain Timnas, Timnas Senior Indonesia juga sangat diperhitungkan oleh sepak bola mancanegara.Â
Bepe adalah sosok teladan dan panutan bagi siapa saja, untuk pesepakbola Indonesia. Bepe, di masa-nya, saya sebut sebagai sosok pemain yang memiliki standar pemain Timnas lengkap. Cerdas teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS).Â
Setelah Bepe pensiun, rasanya bukan persoalan mudah mencari pengganti sosok pemain yang memiliki standar lengkap luar dalam.Â
Begitu pun, saya juga sangat takut, kehilangan sosok Prof. Danurwindo, Bima Sakti, Fakhri Husaini, dan Indra Sjafri yang telah memberikan bukti, sepak bola nasional tetap bertaji.Â
Ketakuatan yang sama pun menghinggap lubuk hati terdalam saya, bila IJL, IJSL, Liga Kompas, dan Liga TopSkor sampai terhenti. Sebab, kompetisi akar rumput yang dikelola oleh PSSI, masih jauh dari harapan.Â
Tetap diberikan kesehatan, keberkahan, dan kesabaran untuk Prof. Danur, Bima Sakti, Fakhri, Indra, dan segenap pengelola kompetisi swasta dan para orangtua siswa/pemain. Aamiin perjalanan menuju prestasi Timnas Senior Indonesia masih jauh.
Pondasi sepak bola nasional ada di pundak Anda semua. Sulit rasanya publik sepak bola nasional mencari sosok pengganti Anda-Anda semua.Â
Anda telah memberi bukti, sepak bola nasional tetap bertaji.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H