Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Standar Pemain Timnas, Dipertanyakan di Warung Kopi

12 Oktober 2019   00:27 Diperbarui: 12 Oktober 2019   00:27 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: BolaSport.com

Mau dibilang apa, hanya dalam tempo berselang satu hari, publik sepak bola nasional harus bersedih, pasalnya dua penggawa sepak bola harapan bangsa, Timnas Senior dan Timnas U-22/23 harus tumbang di tangan lawan-lawannya. 

Timnas Senior yang berlaga di jamu Uni Emirat (UEA) dalam laga lanjutan Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022, harus rela dibantai tuan rumah lima gol tanpa balas. 

Kekalahan ini menjadi yang ketiga setelah sebelumnya, tim yang diracik Simon McMenemy ini juga dikangkangi Malaysia 2-3 dan Thailand 0-3 bahkan di depan publik sepak bola nasional di SUGBK. 

Setali tiga uang, malam ini, publik sepak bola nasional juga harus mengelus dada karena Timnas U-22/23 yang dipersiapkan untuk SEA Games Filipina harus tersungkur pula di tangan China pada laga perdana turnamen CFA Team China Chong Qing Three Georges Bank Cup International Football Tournament 2019. 

Bertanding di Stadion Wuhan Sport Centre, Jumat (11/20/2019) malam WIB, laga timnas U-23 Indonesia vs China berakhir dengan skor 0-2. Atas kekalahan dua timnas ini, ada hal menarik yang perlu dijadikan pembelajaran bagi Timnas Senior dan Timnas U-23 serta Timnas lain di level bawahnya. 

Bila kekalahan Timnas Senior dari UEA sudah dapat diprediksi sebelumnya, karena memang lawannya satu level di atas Indonssia, pelatihnya pun sudah dianggap tak mumpuni. 

Sementara kekelahan Timnas U-23 bukan karena faktor pelatih. Hal yang menarik dari kedua timnas adalah menyoal kemampuan "membaca" pemain kita. 

Kemampuan membaca yang dimaksud di sini adalah kemampuan pemain memahami kemampuan diri sendiri, kemampuan teman-temannya dalam satu tim, kemampuan memahami kekuatan dan strategi lawan. 

Bila hal ini dikaitkan dengan standar pemain yang terdiri dari intelegensi, personaliti, teknik, dan speed, maka kurangnya kemampuan membaca para pemain kita ada dalam aspek intelgensi. 

Sebagai contoh, ketika seorang pemain kita sedang menguasai bola, sangat sering terlihat kesalahan mendasar seperti salah mengumpan dan salah mengontrol. 

Berlama-lama memegang bola yang akhirnya direbut lawan, hingga melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri.dan tim karena salah mengambil keputusan dan tindakan. 

Itu adalah contoh dari kurangnya pemain membaca kemampuan diri dan tim. Ironisnya, hal ini sangat sering muncul dan terjadi pada pemain timnas kita. 

Sudah tak mampu membaca kemampuan diri dan tim, tak mampu pula membaca kemampuan, strategi, dan taktik lawan. 

Andai pemain kita cerdas intelegensi, maka kekalahan timnas senior 2-3, 3-0, dan 0-5 tidak perlu terjadi. Begitipun timnas U-23, tak perlu gawangnya jebol dua kali dari terjangan China. 

Saat saya mendengar obrolan di warung kopi, usai kekalahan timnas senior dan U-23, terdengar kata-kata kekecewaan pecinta sepak bola nasional. 

Bahkan ada ungkapan yang mengatakan bahwa sampai kapanpun timnas Indonesia tidak akan pernah berprestasi, bila para pemain bermain tidak pakai nalar. Bila menonton pemain dari negara lain, sangat terlihat mereka selain mumpuni dalam teknik dan speed, juga sangat cerdas intelgensi dan personaliti. 

Bahkan para pemain negara lain, mampu dan memiliki ruang memainkan personilitinya, emosinya demi menekan lawan dengan cara intimidasi, sengaja bermain kasar untuk memancing emosi lawan, mengulur waktu dll. 

Intinya kecerdasan mereka bahkan hingga sampai masuk ke ranah intrik, bukan sebatas taktik dan strategi bermain, yang tetap dalam batas fair play. 

Kata lainnya, selama ini, pemain timnas Indonesia, rata-rata "polos" dan jauh dari cerdas. 

Masih, obrolan di warung kopi, ada yang berujar dan bertanya, memang selama ini pemain sepak bola kita tidak diajari pendidikan yang menjadikan cerdas otak dan mental? 

Yang terjadi pada pemain sepak bola kita, selalu kalah mental, kalah teknik, kalah fisik, karena pemain tidak cerdas. Sudah tahu lawannya berpostur tinggi, masih main bola atas. Sudah tahu lawannya mumpuni di semua aspek, masih suka main individual, lalu bikin pelanggaran yang tidak perlu dan kesalahan yang tidak perlu. 

Mari kita lihat apa yang bisa dilakukan oleh Timnas Senior dalam laga keempat Kualifikasi Piala Dunia meladeni Vietnam di Bali pada Selasa, 15 Oktober 2019? 

Bagaimana pula, laga selanjutnya, timnas U-23 Indonesia saat melawan Yordania pada 13 Oktober 2019? 

Apakah kita akan masih disuguhi cara bermain pemain kita yang begitu-begitu saja? Harus ada reformasi materi kepelatihan yang mengantar pemain timnas berstandar cerdas intelegensi dan personaliti bila timnas mau tetap dipandang di Asia Tenggara bahkan Asia dan dunia.

Selama tidak ada reformasi, maka siapapun pelatihnya, sulit timnas bertahan.di Asia Tenggara, apalagi ke level Asia hingga Dunja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun