Bila PSSI diurus dengan benar, maka keuangan PSSI akan sehat dan surplus. Efeknya, semua program yang digulirkan akan berajalan sesuai rencana dan dapat sukses. Publik sepak bola nasional pasti dapat membaca dan mencari tahu, setiap tahun kondisi keuangan PSSI seperti apa.Â
Coba kita tengok anggaran PSSI tahun 2015, mungkin dapat dijadikan patokan bahwa PSSI tidak akan pernah kekurangan uang. Mengutip penjelasan Sekretaris Jenderal PSSI, Joko Driyono, saat Kongres Tahunan PSSI 2015 yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Minggu (4/1/2015), PSSI membutuhkan dana hingga Rp118,915 miliar untuk menjalankan semua kegiatan sepanjang tahun 2015.Â
Kebutuhan anggaran Rp118 miliar tersebut, hampir Rp26 miliar di antaranya digunakan untuk kegiatan Timnas di semua kelompok. Berikutnya, Rp25 miliar lainnya digunakan untuk biaya pertandingan Timnas.Â
Lalu, Rp9,5 miliar untuk sepak bola amatir, Rp8,2 miliar untuk pengembangan anggota PSSI, Rp10,2 miliar untuk pengembangan sepak bola, Rp2,9 miliar untuk kegiatan Komite Eksekutif, Rp392 juta untuk komite PSSI, Rp922 juta komisi peradilan, Rp13,4 miliar untuk kesekjenan, Rp3,9 miiar untuk IT, Rp5,3 miliar untuk infra, dan Rp13,9 miliar untuk operasional.Â
Untuk mendapatkan anggaran tersebut telah dibuat rencana budget 2015, yaitu PSSI akan mendapatkan dana hingga Rp119,072 miliar. Rincian pendapatan antara lain didapat dari, Rp 82 miliar dari sponsor, Rp875 juta dari denda anggota, Rp500 juta dari iuran anggota, Rp1,5 miliar dari tiket pertandingan, Rp13,2 miliar berasal dari bantuan, dan Rp20 miliar sisanya dari pihak lain.Â
Atas gambaran anggaran PSSI tahun 2015, publik juga seharusnya tahu angaran dan laporan keuangan PSSI, periode anggaran PSSI di tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019. Ada gula, ada semut. PSSI sama dengan uang.Â
Maka pataslah menjadi rebutan, dan sepanjang sejarah, dalam pemilihan pengurus baru PSSI mendatang tiga pos kedudukan utama di PSSI, diserbu oleh bakal calon yang terdiri dari berbagai-bagai.Â
Terpenting, drama dan sandiwara dalam sepak bola khususnya PSSI sudah terbaca, bila roda PSSI tetap dikendalikan oleh orang lama, maka akhir kisah terpilhnya pengurus baru pun sudah dapat saya tebak dari sekarang. Siapa ketua umum, siapa wakil, dan siapa saja exconya, karena ada gula, ada semut.Â
Integritas, barangkali hanya akan sekadar wacana saja sebagai sebuah formalitas syarat. Dus, tetap saja, PSSI dan sepak bola nasional bukan milik publik pecinta sepak bola nasional yang menjadi objek sepak bola nasional, tapi milik mereka yang teregistrasi sesuai statuta.
Revolisi sepak bola nasional akan kembali menjadi utopia, khayalan dan terkatung terus sekadar wacana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H