Ada gula, ada semut, itulah pepatah yang dapat mewakili suasana menjelang pemilihan pengurus baru Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Mengapa pepatah ada gula, ada semut saya pakai dalam konteks ini?Â
Sudah bukan rahasia lagi bahwa bicara organisasi sepak bola, di seluruh belahan dunia mana pun, tak terkecuali Indonesia, akan terkonotasi dengan uang. Sepak bola adalah gelimang uang.Â
Siapa yang mengurus organisasi sepak bola profesional dengan benar, maka sama dengan menghasilkan uang. Itulah sebabnya, Komite Pemilihan (KP) PSSI telah menerima berkas pendaftaran 11 nama bakal calon ketua umum, 20 nama bakal calon wakil ketua umum, dan 91 nama bakal calon anggota Komite Eksekutif PSSI periode 2019--2023.Â
Kira-kira setelah diverfikasi oleh KP, siapa yang akan bakal "diloloskan" ke tahap berikutnya? Kata "diloloskan" wajib saya tonjolkan, sebab saat Kongres pembentukan  KP, juga sudah terbaca sandiwara orang-orang lama di PSSI karena KP juga ditentukan oleh mereka.Â
Sementara voter juga diam dan setuju-setuju saja. Maka tak heran bila, Johar Arifin, mantan ketua umum PSSI, menyindir dipemilihan yang akan datang jangan ada politik uang.Â
Karena sepak bola sama dengan uang, ada gula ada semut, ungkapan Johar ini, bukan sekadar mengingatkan atau sebuah kelakar. Dari sederet nama bakal calon yang mendaftar di tiga posisi, dari persoalan uang dan kekayaan, teridentifikasi beberapa nama yang memang sudah kaya (memiliki uang banyak) dari sononya, harta pribadi.Â
Lalu, teridentifikasi pula beberapa calon yang "tak kaya" namun memiliki modal profesional, dan teridentifikasi calon yang tak kaya, pun tak memiliki kemampuan profesional, serta terdata juga orang-orang lama yang tak mau lepas dari PSSI karena mereka hafal apa yang akan mereka dapat bila tetap bercokol di PSSI.Â
Bila bicara sepak bola adalah uang, maka publik sepak bola nasional tentu sudah dapat menilai siapa nama-nama yang sekarang sudah terdaftar sebagai bakal calon, benar-benar mau memajukan sepak bola Indonesia, siapa yang bakal sekadar numpang tenar, siapa yang mejadikan PSSI sebagai kendaraan dan kepentingan pribadi dan golongan, serta siapa yang hanya numpang mencari makan.Â
Organanisasi sepak bola di mana pun, bila diurus dengan benar, maka pengurusnya memang berhak mendapat gaji dan tunjangan karena memang bekerja dengan profesional. Jadi, menjadi pengurus PSSI sejatinya bukan harus orang yang kaya harta dari sononya.Â
Menjadi pengurus PSSI, harus orang yang memiliki integritas mumpuni. Orang yang berintegritas mumpuni adalah individu yang memahami, menguasai, dan dapat mengaplikasikan konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan.Â
Orang berintegritas juga memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Siapa bakal calon pengurus yang memenuhi kriteria tersebut, maka layak mengisi kursi kepengurusan baru PSSI. Dengan terpilihnya pengurus yang berintegritas mumpuni, maka akan wajar PSSI bergelimang uang, pengurusnya mendapat gaji dan tunjangan setimpal, dan prestasi timnas pun tergaransi karena jerih dan upaya profesional mereka nantinya.Â