Untuk apa ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bila keberadaannya hanya akan menguntungkan pihak "penguasa?"Â
Rakyat di negara ini sudah paham apa arti korupsi, namun apa yang sering dikorupsi oleh rakyat atau pihak bawahan dalam sebuah institusi atau instansi?Â
Siapa terbanyak pelaku korupsi khususnya "uang" di negara Indonesia tercinta? Mengambil uang rakyat untuk memperkaya pribadi maupun demi kepentingan golongan dan partai politiknya?Â
Sudah ada KPK, tetapi korupsi tetap merajalela dan yang senantiasa tertangkap jarang berbeda, tetap kelompok mereka-mereka.Â
Para pelaku, yang sangat tahu hukum dan sangat paham ada KPK yang tidak pernah tidur mengendus perilakunya, tetap saja dianggap angin lalu.Â
Tak berpikir lagi apa risikonya bila tertangkap. Namun, saat benar tertangkap, bukannya malu, mereka justru tetap senyum-senyum di depan kamera dan awak media. "Ngeledek ga tuh?"Â
Alih-alih semakin memperkuat KPK dan mengetatkan UU KPK, pemerintah dan DPR justru setali tiga uang, seolah sekongkol membuat KPK melemah.Â
Apa pasalnya? Rencana revisi UU KPK yang disepakati DPR dalam rapat paripurna Kamis (5/9), hasilnya, dalam sejumlah pasal malah melahirkan persoalan baru, di antaranya adanya keberadaan Dewan Pengawas yang dipiloh DPR, Â penyadapan dan penggeledahan yang harus mendapat izin Dewan Pengawas, serta adanya penyelidik dan penyidik yang harus dari lembaga tertentu.
Tak pelak, hal ini membuat geger "Indonesia". Tanpa revisi dengan usulan DPR seperti itu saja, korupsi terus mengalir bak mata air. Bagaimana bila revisi UU KPK ini benar-benar terjadi?Â
Luar biasa. Pemerintah dan DPR memang terkesan sengaja melemahkan KPK dengan cara dan kebijakannya sendiri.Â
Semua itu, revisi UU KPK, untuk kepentingan siapa? Apa untuk kepentingan rakyat yang tidak pernah memiliki lahan untuk dikorupsi? Jelas, ini semua untuk kepentingan "mereka!"Â
Ayolah Bapak Presiden, dalam berita yang tersiar pagi hari ini, Selasa (10/9/2019), ratusan akademisi menandatangani petisi menolak amputasi KPK.Â
Coba tanya kepada rakyat Indonesia lainnya, apakah mereka rela selalu hanya dijadikan objek korban, sapi perah penguasa, yang hanya gemar mengambil sari patinya, sementara rakyat hanya kebagian ampasnya. Keren naskah dramanya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H