Pendek cerita, Ical kemudian mendapatkan pinjaman total US$55 juta dan membeli perusahaan tersebut. Setelah menjadi miliknya, perusahaan itu ia beri nama United Sumatra Plantations, dan pada 1991 berubah nama menjadi Bakrie Sumatra Plantations.
“Ini bukti bahwa dengan modal nol saya bisa membeli dan memulai usaha di bidang perkebunan,” kata Ical.
Akuisisi ini terjadi pada tahun 1986, dan merupakan akuisisi paling berhasil yang dilakukan Ical dalam menjalankan modus usahanya. Bayangkan tanpa duit sepeserpun, hanya ide kreatifnya saja dalam membaca laporan keuangan, ia bisa membeli perusahaan tanpa duit sepeserpun dari kantongnya. Hal yang sama dilakukan saat ia mengakuisisi saham KPC.
Begini cara Ical mengakuisisi saham KPC :
·Ical melihat bahwa Pemerintah Pusat dan Pemda Kaltim lamban sekali dalam proses pembelian PT KPC. Ia kemudian melakukan pemeriksaan laporan keuangan PT KPC, Ical terkejut karena PT KPC adalah perusahaan yang sangat sehat, dan dengan penguasaan Konsesi Pertambangan (KP) di Sangatta, menjadikan KPC sebagai perusahaan tambang terbesar di Asia.
·Ical melakukan penawaran kepada PT KPC, sebesar US$ 500 juta, harga lebih murah daripada penawaran Pemerintah RI dan Pemda Kaltim dimana harga disepakati adalah US$ 822 juta.
·Dengan menguasai PT KPC, PT Bumi Resources harus mendivestasikan saham KPC ke Pemerintah sebesar 51%.
·Akal Ical bermain, dia tidak mau melepaskan begitu saja saham PT KPC, disamping itu Ical mengerti Pemda Kaltim tidak punya duit untuk melakukan pembelian divestasi saham berdasarkan informasi inilah, Ical melakukan penawaran pancingan sebesar 18,6% saham KPC kepada Pemkab Kutai Timur US$ 104 juta, dimana 100% saham KPC saat itu sudah seharga US$ 560 Juta. Lalu Pemkab Kutai Timur, mengalihkan pembeliannya ke PT KTE (Kutai Timur Energy). PT KTE juga nggak punya duit, jadi rencana divestasi dibatalkan dan PT KTE dapat saham 5% tanpa harus mengeluarkan duit sepeserpun. Inilah akal bulus Ical yang amat terkenal, dia melakukan tek tok kepemilikan saham yang ujung-ujungnya dia sendiri yang memiliki mayoritas saham. – Perlu dicatat, saat terjadi penawaran saham PT KPC ke PT KTE terjadi permainan atas 13,6% saham PT KPC itu pada tanggal 13 Oktober 2003 saat itu Bupati Kutai Timur adalah Mahyudin, dan Mahyudin ini kelak menjadi Wakil Ketua MPR RI mewakili Golkar.
·Setelah membereskan Pemkab Kutai Timur, kewajiban PT KPC adalah mendivestasikan ke Pemerintah Pusat pada tanggal 9 Desember 2004 Ical menawarkan saham ke Pemerintah RI dan juga melakukan penawaran saham ke perusahaan-perusahaan lain, aksi Ical ini sebenarnya kamuflase saja, di akhir tahun 2004 ia sudah bisa menyetir SBY, karena di tahun 2004 ia banyak sekali mengeluarkan duit untuk kampanye SBY, tentunya Ical ingin mendapatkan balik modal atas duit yang ditanamkan dalam investasi politiknya, dan duit itu adalah 32,4% saham. Rezim SBY saat itu diam saja atas penawaran pura-pura Ical ke Pemerintah, sehingga tiba-tiba muncul perusahaan bernama Sitrade Nusa Globus menjadi pemenang tender dan berhasi membeli saham sejumlah 32,4% dengan nilaiUS$ 399,98 juta. Sitrade Nusa Globus ini mendirikan anak perusahaan bernama PT Sitrade Coal yang fungsinya sebagai penampung 32,4% saham PT KPC.
Lalu puncak kelicikan bisnis Ical dalam menggondol aset yang berpotensi milik negara terjadi saat ia dengan licin membeli PT Sitrade Coal seharga Rp.7 Milyar. Bayangkan Sitrade Coal yang punya aset senilai 32,4%dari total saham KPC dengan nilai nominalUS$ 399,98 jutaPT KPC, dibeli hanya dengan nilai Rp. 7 Milyar Rupiah...!!!
·Dengan suksesnya Ical menyikat 32,4 Persen saham PT KPC, kini Ical memiliki 95% saham PT KPC, dan 5%-nya dimiliki oleh Pemkab Kalimantan Timur lewat PT Kutai Timur Energy sebesar 5%, angka 5% juga digunakan sebagai duit muter Golkar di Kaltim.
Lalu Bagaimana Ical Menggoreng Saham PT KPC sehingga ia juga mendapatkan keuntungan dari nilai saham itu? Ical menarik dana masyarakat lewat Pasar Modal. Bisa dikatakan Saham BUMI adalah saham sejuta umat, lewat penggelembungan eforia batubara, saham BUMI dengan mudah digiring sampai titik tertingginya Rp.8.750, dengan nilai kapitalisasi Rp. 324 Trilyun- dan investor lokal gegap gempita mengambil saham BUMI, naluri rakus masyarakat dipancing untuk mendapatkan saham itu, sampai kemudian musibah datang Mortgage Subprime, saham BUMI anjlok sampai sekarang di titik Rp. 50,- berapa juta orang menangis duitnya dirampok dalam roller coaster pasar modal ini?
Tapi Tuhan punya keadilannya sendiri, -Lumpur Lapindo-. Membanjiri Porong Sidoardjo, disini Ical malah menemukan kebangkrutan politiknya, dan mengamankan jalannya Jokowi untuk masuk ke gelanggang.Bukan Ical namanya kalau dia kalah dan hancur, dia terus bangkit lagi. Kini melalui patron barunya Rini Soemarno yang berhasil menyusup ke Pemerintahan, Ical berharap perusahaannya bangkit lagi termasuk Energi Mega Persada yang mulai merayap ke beberapa Blok Migas termasuk Blok Mahakam. Energi Mega Persada akan dibuat seperti BUMI lagi. Digoreng dan berhasil mengeruk dana masyarakat. Dan harus dijelaskan juga peran dua saudara Rini : Ongki Soemarno dan Ari Soemarno, serta politikus dari Gerindra mulai menjadi kekuatan penting di sektor Migas, ditambah Nirwan Bakrie.
Hal ini harus menjadi perhatian masyarakat, betapa kepercayaan kita kepada Jokowi dirusak oleh hadirnya Rini Soemarno, yang menikam kemana-mana. Dan menjadi pertanyaan besar :
1.Bisakah Rini menjelaskan pada publik berapa dana yang dikumpulkan melalui pooling fund kepada publik, karena itu dana kampanye dan apakah itu diaudit?
2. Bisakah Rini menjelaskan dana kampanye dia ke kubu lawan politik Jokowi, dan ada apa dengan ini? Karena secara etika ini sudah tidak masuk akal. Rini adalah tim inti Kampanye dan yang menjadi penjamin politik bagi banyak arus yang mengarah ke Jokowi tapi diketahui Rini juga kasih duit ke Prabowo, dimana banyak media online sudah membuka pemberian ini secara terbuka, apakah itu masuk dalam etika politik ?
3. Perhatikan pembentukan mafia baru di sektor migas.
4. Perhatikan semua gerakan DPR yang selalu menyetujui apa maunya Rini Soemarno?
5. Perhatikan IPO dan Right Issue saham-saham BUMN yang kemungkinan akan dijadikan maenan insider trading, seperti kasus Semen Gresik di awal tahun 2000-an.
6. Perhatikan pemaksaan kepentingan Rini Soemarno pada Jokowi, walaupun popularitas menjadi hancur lebur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H