Akhirnya saya berpikir, apakah pembicaraan tentang kebahagiaan orang Bhutan berbeda dengan kebahagiaan orang Amerika (atau saya yang jangan-jangan mulai keamerika-amerikaan?).
Tulisan pada sepotong kayu di pinggir jalan itu sepertinya menyindir usaha keras dan besar-besaran manusia modern dalam mencari kebahagiaan, yang dimaknai hanya sebagai upaya untuk mengumpulkan. Kata mengumpulkan mungkin terdengar sederhana dan tidak berimplikasi banyak. Â Tapi coba kita lekatkan kata kerja ini dengan objeknya: mengumpulkan uang, mengumpulkan rumah, mengumpulkan mobil, mengumpulkan perusahaan, mengumpulkan apa pun yang bisa dikumpulkan, untuk dimiliki, dijadikan koleksi.
Rumusnya adalah semakin banyak semakin baik. Kata cukup tidak dikenal di sini. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin hanya dimaknai sebagai hari ini harus punya lebih banyak dari hari kemarin. Kepercayaan diri kita ditentukan pada atribut-atribut kebendaan yang kita miliki. Sebaliknya, respek kita kepada orang lain ditentukan pula oleh apa yang melekat pada orang itu: harta, pangkat dan jabatan.
Begitukah gambaran kebahagiaan ala Amerika?
Kembali ke buku. Pada akhirnya buku ini memang hanya melemparkan wacana-wacana, cara pandang - cara pandang kepada para pembacanya. Maksud saya, buku ini tidak memaksa kita mengambil kesimpulan tertentu. Kita mungkin menangkap pesan-pesannya, memegangnya sebentar, atau menaruhnya kembali dan melupakannya, atau menjadikannya semacam filosofi praktis kehidupan. Pada kasus pertemuan dengan pemikir dari Bhutan – negeri yang dianggap paling mendekati Shangri La – hal yang sama pun berlaku. Mungkin definisi bahagia bagi orang Bhutan adalah tahu kapan untuk merasa cukup. Merasa cukup, tidak berlebihan, mengetahui batas-batas. Berhati-hati untuk tidak mengeksploitasi. Akhirnya, kembali ke kalimat yang umum kita dengar, kemampuan menikmati dan mensyukuri apa yang ada.Â
Mungkin demikian.
Suatu saat saya mungkin akan menulis tentang Moldova, negeri yang dianggap paling tidak bahagia. Insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H