3)Berbeda dengan Jokowi, sejak awal Ahok berambisi untuk mengikuti kompetisi Pilgub Jakarta. Bekas Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar itu awalnya berniat berjuang dari jalur independen. Lantaran tidak dapat tiket dari DPP Partai Golkar. Tekad Ahok semakin mantap ketika mendapat dukungan penuh dari Prabowo Subianto. Anda bisa baca di link ini (http://entertainment.kompas.com/read/2012/03/22/1404501/Detik-detik.Jelang.Ahok.Dipinang.Prabowo). Sekali lagi, lepas dari prestasi yang pernah dibuat oleh Ahok, dirinya tak pernah menamatkan amanah/jabatan politik sampai tuntas. Dan itu fakta yang tak terbantahkan! Sisi lain, Ahok ingin menguatkan citra dirinya bahwa dorongan itu dilatari oleh niat tulusnya untuk melawan penindasan! Anda bisa baca disini soal argumentasi Ahok yang mau mengilusi publik sekaligus membenarkan/memaklumi tindakannya perihal jabatan yang tidak pernah dituntaskan (http://ahok.org/tentang-ahok/jawaban-atas-beberapa-pertanyaan-mengenai-ahok/) atau (http://www.tempo.co/read/news/2012/07/24/230419014/Soal-Masa-Jabatan-Ahok-Tangkis-TrioMacan2000)
4)Apakah tindakan pasangan tersebut dapat dibenarkan? Dari aspek legal memang belum ada aturan yang melarang pejabat publik untuk ikut dalam kompetisi Pilkada. Namun dari sisi etis, estetis, logis dan pertanggungjawaban/mandat, saya kira ini merupakan persoalan serius yang harus disikapi.
Di akhir tulisan ini, saya mengajukan kesimpulan sebagai berikut;
1)identitas diri seseorang terlalu sukar untuk ditafsirkan secara monolitik. Lansekapnya begitu luas meliputi berbagai unsur/faktor. Entah itu rekam jejak, janji politik, pernyataan politik, tindak-tanduk dst
2)identitas diri yang ingin dibangun hendaknya tidak sebatas pada simbol yang sulit dinalar oleh publik/hampa dari pemaknaan substansial
3)bahwa citra/sosok diri seorang politisi/pejabat publik yang dihadirkan hendaknya dapat proporsional dan tidak berlebihan/melebih-lebihkan
4)jangan memagari kesadaran kritis masyarakat, apalagi mengilusi persepsi/kesadaran kritis masyarakat yang kemudian dapat dibenarkan/dimaklumi
5)tidak melabrak koridor-koridor etis-logis apalagi mudah untuk mempertaruhkan mandat politik di tengah jalan yang akhirnya merusak sistem demokrasi, apapun alasannya!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI