"Ada yang kepotong kanan siapa itu," Rai menambahkan.
Dua hari sebelumnya, May Sapniah - juga teman sekelas- bercengkerama dengan saya di WA. Berawal dari ucapan selamat Hari Jadi May.
"Makasih Suryansyah atas doanya, walau kita ga pernah ketemu tp saya ingat km, kurus tinggi rambut ikal, suka senyum2 godain muthia."
Hmmm... May membuka tabir 'gelap' saya. Saya menganggap itu candaan. Biasa. Sebuah prolog yang membawa saya tertawa.
"Kamu kangen sama Mutia ya?" May kembali menggoda saya lewat japri.
Dia lantas mengirim foto dengan caption: "Ni tak kasih obat kangen."
Foto itu berada di Lubang Buaya. Lima remaja berseragam sekolah. Semua wanita. Mereka adalah Renny, May, Mevi, Nunuk, Mutia (kiri-kanan).
"Subhanallah indah sekali yang paling kanan," jawab saya.
"Jadi yang lain tidak indah? Fotonya dipotong aja khusus Mutia. Simpan deh," May kembali berkelakar dengan emoji tertawa.
Â
Hmmm... Mutia memang idola saya sewaktu SMA. Wajar jika saya terkejut mendapat kiriman foto itu. Hampir 37 tahun kami tak bertemu. "Jangan boong, kamu sudah ketemu kan kemarinan," May lagi-lagi interogasi.
Foto jadul itu seakan membawa saya terbang ke awan. Saya hanya tersenyum sendiri sambil memandangnya. Lucu juga masa lalu. Semunya imut. Anak sekarang bilang 'unyu-unyu'.
Tapi, saya akui foto itu masih bagus kualitasnya. Padahal itu masih 'zaman kodak'. Bukan digital seperti sekarang. Mayoritas foto-foto lawas telah kusam. Terkena air, angin dan debu. Tapi, May benar-benar rapi menjaganya.