ADA idiom begini: foto berbicara seribu bahasa. Itu yang saya tahu kali pertama mengenal dunia jurnalistik. Seorang reporter juga dituntut harus bisa pegang kamera. Alias memotret.
One picture is worth a thousand words atau a picture is worth a thousand words. Terjemahan bebasnya:"satu gambar bernilai ribuan kata"atau"satu gambar setara dengan seribu kata."
Ungkapan itu menunjukkan kekuatan sebuah foto. Gambar (foto) tak terbentur oleh ruang dan waktu. Berbeda dengan tulisan atau berita.
Meminjam ucapan Napoleon Bonaparte:"Sketsa yang baik lebih baik daripada pidato panjang"(Bahasa Prancis: Un bon croquis vaut mieux qu'un long discours).
Intinya: foto adalah bahasa universal. Mudah dimengerti dan dipahami oleh siapa saja. Tanpa terkendala oleh bahasa apa pun di muka bumi ini.
Hari ini saya ingin mengatakan: foto memiliki kekuatan dasyat. Satu momen bisa berbicara seribu bahasa. Jadi jangan meremehkan. Terlebih foto momen bersejarah. Setiap foto selalu merekam kenangan seseorang.
Foto mampu menyelamatkan kita dari serangan bad mood atau putus asa. Foto - sekalipun lawas- bisa melepas penat. Melepaskan kesuntukan, stres dan tekanan rutinitas.
Jika kita memutar balik waktu, sebuah foto kenangan mampu mengubah segalanya. Kegelisahan sontak sirna. Wajah yang muram berubah jadi ceria. Foto-foto lawas ketika masih 'unyu-unyu' membuat kita tertawa sendiri. Bukan berarti gila ya...!
"Dulu kelas kita kompak ya. Ingat nggak saat kita kejar truk," kata Ervan Prabowo teman sekelas di SMAN 30 angkatan 1985-1988 lewat telepon, Jumat (10/6/2022).
Ervan -- 'jagger' kami di kelas 1-7 SMAN 30 Jakarta. Dia penggila musik Rolling Stones. Tampilannya nyentrik dan menarik. Era 1980-an Rolling Stone dengan Mick Jagger-nya sangat populer di Indonesia. Lagu-lagunya membius anak remaja.