Mohon tunggu...
suryansyah
suryansyah Mohon Tunggu... Editor - siwo pusat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

warga depok paling pinggir, suka menulis apa saja, yang penting bisa bermanfaat untuk orang banyak. Email: suryansyah_sur@yahoo.com, siwopusat2020@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mengulik Memori Berkarat

2 Juni 2022   12:16 Diperbarui: 2 Juni 2022   12:29 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image capMenyeruput kopi jelang petang di Kalibata, Jakarta./foto pribadi

"Wih, kumpul kapan tuh? Kok nggak ajak-ajak. Ayo ajak teman2 kumpul lagi di Anyer, baru direnovasi tuh," kata Mujtahid Rahman Yadi setelah saya kirimi foto bersama Mohamad Iwan dan Novian.

Rabu (1/6/2022) saya, Mohamad Iwan dan Novian ketemuan. Menyeruput kopi. Jelang petang di Kalibata, Jakarta. Ini kali pertama saya bertemu teman lama. Sejak lulus SMAN 30 pada 1985.

"Sur... Kasih Pudjiantoro nggak bisa karena dadakan bokapnya mau datang. Jadi nggak apalah kita ketemu ngopi berdua. Kangen gw," kata Iwan lewat pesan whatsapp.

Awalnya saya dan Kasih janjian ketemu di Cibubur. Iwan berpikir kejauhan. Dari rumahnya di Matraman. Saya ambil jalan tengah: di Kalibata. Novian akhirnya bisa ikut bergabung.

Iwan mengawali obrolan soal kenakalan di sekolah. Masa-masa 'jahiliyah' remaja. Mulai dari bolos bareng hingga lompat pagar hindari upacara. Main sepakbola juga dikupas.

Novian lain lagi. Binyo- begitu dia dipanggil- bicara soal tawuran, minuman dan 'barang haram'. Lalu ngawur ngidul sembarang. Tapi, kami tidak bicara politik negeri ini. Senakal-nakalnya kami, tetap NKRI.

Saya bangga melihat dua sahabat ini. Kenakalan remaja kini tinggal kenangan. Iwan berubah jadi ustad. "Alhamdulillah... ane banyak kegiatan di musolah lingkungan," tutur Iwan.

Binyo penampilannya tak berubah. Selalu necis. Dia bukan sekadar bekerja. Tapi juga punya saham di sebuah perusahaan swasta. "Cuma minoritas," Binyo merendah.

Obrolan kembali ngawur ngidul ke masa lalu. Binyo mengawali dengan modal 30 ribu perak pergi ke Bali. Tentu tidak sendiri. Dia bersama Yadi, saya dan Agus.

Lalu saya bertanya soal Yadi. Iwan bilang di Grup Grast 30 ada. Tapi, jarang komentar.

Yadi setahu saya memang pendiam. Tidak banyak bicara. Dia pria pemberani. Badannya kecil dan kurus. Tapi, nyalinya selangit. Dia 'peta bumi' bagi saya. Tahu seluk beluk jalan.

Numpang mobil (nm) dilakoni. Sehari-hari sewaktu di SMAN 30 Jakarta. Bahkan mengejar kereta hingga ke Bali.

Saya mengulik memori yang mulai berkarat.  Yadi, Novian, Agus dan saya jadi 'gelandangan' di Pulau Dewata. Kami numpang truk dari Rawasari ke stasiun Bekasi. Menunggu kereta barang menuju Cirebon.

foto pribadi
foto pribadi
Lalu bersandar di sudut. Mata sayup menahan kantuk. Sambil menunggu kereta lewat menuju Yogya atau Surabaya. Yadi tahu itu. Kapan kereta tiba. Kami berlari saat kereta berjalan lamban. Biasanya di ujung gerbong.

Nasi bungkus endok asin. Makan malam kami di Cirebon. Maklum masih pelajar. Uang benar-benar cekak. Belum lagi menyuap masinis saat naik kereta menuju Subabaya dan Banyuwangi. Belum lagi harus bayar kapal fery untuk menyeberang dari Banyuwangi-Gilimanuk.

"Saya cuma bawa uang 30 ribu perak. Modal nekad aja. Sampai juga ke Bali," kenang Novian yang harus jual celana dari tas rangselnya.

"Yadi memang gila. Patung pohon pisang Bali aja bisa dicuri. Bingung gue," lanjut Novian.

Tapi, menurut Mohamad Iwan, sekarang Yadi berubah. Dia jadi juragan sapi di Depok, Jawa Barat. Bahkan pengurus salah satu partai berkuasa di Kota Belimbing itu.

Saya mengintip Mbah Google. Benar juga. Tertulis namanya sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PKS pada 2008. Dia juga pernah jadi caleg NTT I pada Pilkada 2019.

Saya mencoba mencari tahu lagi. Bertanya kepada Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah. Kebetulan sohib saya di media Republika. Teman seperjuangan di Kampus Tercinta IISIP Jakarta.

Rusdy juga pernah maju sebagai calon wakil walokota Depok. Dari partai yang sama dengan Yadi. Saya dan Rusdy satu tim pada Pilkada 2019 untuk mensuport salah satu calon Walikota.

Yadi juga membenarkan kenal dengan Rusdy. "Apa kabar bro? Tinggal dimana sekarang," ujar Yadi yang saya hubungi lewat telepon.

Yadi mengajak saya bertemu. Kebetulan saya juga orang Depok. "Ente ada waktu kapan. Ane butuh tim media," sambung Yadi.

Silaturahim memang penting. Bukan sekadar lepas kangen. Kongkow-kongkow. Tapi, juga dapat memperpanjang umur dan melapangkan rezeki. Silaturahmi merupakan amalan yang memiliki nilai pahala besar.

Sehat-sehat selalu kawan.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun