ZAHRA girang bukan main. Dia akan divaksinasi. Dari kampusnya, Akper Fatmawati, Jakarta. Vaksinnya: AstraZeneca.
"Aing (saya) besok mau vaksin di kampus. Nanti Aing dapat sertifikat vaksin. Keren kan. Doain ya Papsky supaya lancar. Amiin," kata Zahra tiga minggu lalu.
Papsky - begitu Zahra-- memanggil saya. Maksudnya adalah papa. Kakak dan adiknya ikutan panggil papsky. Bahkan, istri saya ketularan.Â
Begitulah anak zamam now. Penuh dengan istilah. Entah dari mana istilah itu didapat.
Saya tak keberatan dipanggil Papsky. Setidaknya untuk keakraban antara anak dan orang tua. Selama istilah itu masih terbilang wajar. Biar saya juga tidak tertelan zaman. Hmmmm....
Zahra berusia 20 tahun. Putri kedua saya. Kuliah di Akademi Perawat Fatmawati. Saat ini memasuki semester akhir. Cita-citanya mau jadi perawat. Kemauannya sendiri.
Di awal semester dia sempat down. Kuliahnya katanya berat. Banyak hapalan. Berangkat pagi, pulang malam. Nyaris tak ada libur. Hari-hari disesaki tugas.
"Papsky... Aing berhenti kuliah ya. Mau kerja aja, stres tugasnya menumpuk. Bayangin, sabtu-minggu aja harus kerjaain tugas. Bete banget dah," keluhnya.
Saya mencoba besarkan hatinya. Memompa semangatnya. Orang sukses itu tidak jatuh dari langit. Semua ada proses. Pelan tapi pasti. Bersakit-sakit dulu. Hasilnya nanti. Tidak hari ini. Tidak besok, lusa atau bulan depan. Tunggu waktunya, semua akan indah.
"Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil," begitu saya bilang.
Zahra terdiam sejenak. Mungkin merenung. Tak lama berselang dia bilang: "Asiap. Kalau Aing jadi perawat, Papsky bangga juga ya."
Saya hanya tersenyum. Zahra sering curhat dengan saya urusan kuliah. Apapun materinya. Soal pelajaran, ujian, maupun hasilnya. IPK-nya menurut saya lumayan. Di atas 3. Ketimbang saya, cuma 2,5. Lulus karena SKS: Sistem Kebut Semalam.
Kalau urusan asmara, dia curhat ke bundanya. Saya tidak boleh 'nguping'. Kepo katanya. Kepo merupakan kepanjangan dari Knowing Every Particular Object. Biasanya, kata ini ditujukan pada seseorang yang serba ingin tahu.
"Gimana vaksinnya tadi?" tanya saya kepada Zahra.
Lumayan sakit, katanya. "Mual, pusing, lemas, tangan bengkak. Sekarang mau istirahat di kosan," lirihnya.
Lagi-lagi saya meyakinkan. Meski agak parno. Orang tua pasti tak mau anaknya sedih. Tapi saya berusaha menyimpan rasa panik.
"Tenang. Efeknya memang begitu. Minum obat paracetamol. Coba kontak dokternya. Di buku vaksin ada nomor teleponnya," imbuh saya.
Tak lama berselang, menurut dokter memang begitu. Observasi 3 hari kedepan. Disuruh minum paracetamol 3x sehari, vitamin C 1000mg, 3x sehari, banyak minum air putih.
"Papsky... Aing sehat. Aing mau ke kampus, ujian lab," tuturnya dua hari berselang.
Zahra terbilang pemberani. Meski badannya kecil. Selalu ingin coba sesuatu. Tapi kalau jatuh sakit, langsung "mengkeret". Tergolek tak bergerak. Meringkuk di kamar. Meringis.
"Papsky ...Aing mau jadi relawan. Mau daftar ke Mabes TNI di Cilangkap. Keren nanti tugasnya di GBK Senayan," katanya bersemangat, tiga pekan kemudian.
"Nggak usahlah, 'mending' di rumah saja. Covid lagi tinggi-tingginya," saya menyarankan.
Tapi saran saya ditolak. Alasannya, cari pengalaman. Dapat sertifikat. Di lapangan juga pasti ada prokes. Apalagi yang bikin kegiatan Pangdam Jaya.
"Nakes itu tugas Aing. Garda terdepan. Kapan lagi cari pengalaman. Mumpung ada kesempatan. Semua pasti ada risiko," argumennya.
Saya membisu. Kehabisan kata. Skak Mat, dalam istilah catur. Saya hanya bisa berdoa. Berpesan agar tetap jaga protokol kesehatan. Nakes juga manusia, bisa saja terkonfirmasi. Meski sudah prokes ketat.
Minggu lalu, dia melangkah dari rumah. Di pagi buta. Berdua dengan teman kuliahnya. Juga wanita. Sama kecilnya. Titik kumpul di Polresta Depok. Naik bus yang disiapkan Mabes TNI. Menuju GBK Senayan.
Tugasnya: jadi vaksinator. Menyuntik peserta vaksin. Juga mengoplos dosis vaksin sinovac.
"Masuk tv papsky. Ada wartawan. Kompas tv. Keren banget," ujar Zahra sambil mengirim foto dirinya berpakaian lengkap dengan APD di Senayan.
"Papsky harus bangga sama Zahra. Looked this," tambahnya memperlihatkan ID Card yang tertulis: Serbuan Vaksinasi.
Saya hanya menjawab dengan emoji senyum dan jempol. Mau tertawa takut dosa. Lucu tapi bangga.
"Apabila kamu sudah memutuskan untuk menekuni suatu bidang. Jadilah orang yang konsisten. Itu adalah kunci keberhasilan yang sebenarnya." ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H