Mohon tunggu...
suryansyah
suryansyah Mohon Tunggu... Editor - siwo pusat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

warga depok paling pinggir, suka menulis apa saja, yang penting bisa bermanfaat untuk orang banyak. Email: suryansyah_sur@yahoo.com, siwopusat2020@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Maafkan Aku, Mbah, Tak Berani Sentuh

17 Juli 2021   08:09 Diperbarui: 17 Juli 2021   09:52 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Braaak...! Simbah terjatuh. Tiba-tiba begitu saja. Di teras rumah. Sehabis menjilat matahari pagi. Kepalanya membentur ubin. Berdarah.

Mbah berusia 87 tahun. Fisiknya masih sehat. Masih bisa berjalan. Meski melangkah pelan. Keliling komplek. Tanpa alat bantu. Penglihatannya masih bagus. Pendengarannya juga lumayan oke.

Simbah sangat ramah. Murah senyum. Tak segan menyapa orang yang lebih muda. Semua orang di komplek kenal Mbah. Mereka boleh jadi 'iri'. Dalam arti positif. Belum tentu mereka bisa bertahan sehat seusia Simbah.

Saya sering bertemu Simbah jalan pagi. Seorang diri. Di lingkungan komplek. Jauh sebelum pandemi menggila. Dia tersenyum dan merundukan kepala.

"Sehat Mbah, alon-alon yo..," sapa saya.

Mbah tinggal dengan menantu dan dua cucunya. Setiap pagi, dia berjemur atau berjalan kaki. Rutin. Semata untuk menjaga kesehatan. Apalagi di tengah pandemi virus corona.

Tapi, kali ini Mbah tak berdaya. Dia beranjak usai berjemur. Namun baru setapak kaki melangkah, dia terjatuh. Entah apa penyebabnya. Semua terjadi begitu saja.

Saya tak berani berasumsi. Apalagi meraba-raba mencari tahu penyebabnya. Takut salah. Saya tak melihat kejadiannya.

"Bang tolong bantu Simbah jatuh," pintah Jemmy yang datang ke rumah saya.

Mbah mengerang sakit. Menantu dan cucunya tersentak. Kaget. Tampak darah membasahi ubin teras putih. Wanita lansia itu dibopong ke ruang tengah. Lonjoran di kursi.

Cucunya mencoba menutup luka Mbah. Supaya darah berhenti mengalir. Menantunya membersihkan darah yang tercecer di lantai. Si bungsu terus menangis sambil mengelus Mbah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun