Berdosa rasanya jiwa ini. Ketika ada orang butuh bantuan, tapi saya terpaku. Tak bisa berbuat lebih. Seperti butiran debu yang terhempas angin.
"Sabar ya Mbah, sebentar lagi dokter datang," tutur saya mencoba menenangkan dari balik pintu pagar.
Saya lalu menghubungi dokter Puskesmas. Minta saran apa yang harus dilakukan. Saya ceritakan secara gamblang. Dokter janji akan mengirim petugas medis. Jika pasien di Puskesmas sudah bisa ditangani.
Dokter kemudian video call. Kondisi Mbah pun terekam. Terlihat jelas oleh dokter.
Tapi Simbah makin melemah. Dokter sarankan segera dilarikan ke rumah sakit. Menantu dan cucunya membopong Simbah ke mobil. Menempatkannya di kursi belakang.
Jemmy- yang usianya jauh lebih muda di antara kami- meluruskan kaki Mbah supaya nyaman berbaring.
Arif - pengurus RT - mengambil APD di rumah Dodi, tiga blok dari rumah Simbah. Dia juga menyiapkan disinfektan.
Donce bergegas pakai APD. Dia yang menyetir mobil. Membawa Simbah ke rumah sakit. Jemmy dan security mengawal dengan sepeda motor.
Kami berbagi tugas. Pak Dar dan Arif, memonitor menantu Simbah dan cucunya di rumah. Saya mengontak pihak rumah sakit. Supaya Simbah segera ditangani.
"Maaf pak IGD full, kami kewalahan menangani pasien Covid," kata Jemmy yang telepon saya, meniru ucapan petugas medis RS Aliyah.