SENJA mulai tiba. Sekitar pukul 20.00 waktu Warsawa, Polandia. Matahari masih malu-malu untuk menjauh.
Hembusan angin menusuk tulang saya yang tipis. Jaket sudah tiga lapis di badan. Padahal Eropa di bulan Juni memasuki musim panas. Tapi, terkadang summer-nya 'tipuan'. Suhu udara tetap di bawah 20 derajat di malam hari.
Saya melangkah pelan. Bertemu dengan Irmina Lankiewicz. Tempatnya: Stasiun Trem Centrum. Pertemuan dengan cewek bule itu sudah direncanakan. Sebelum saya berangkat dari Jakarta.
Saya belum tahu wajah aslinya. Hanya kenal lewat dunia maya. CouchSurfing - komunitas pecinta budaya dunia. Kami berkomunikasi sekitar 3 bulan sebelumnya.
Mamanjat CouchSurfing biasa saya lakukan. Ketika tugas ke luar negeri. Seperti liputan sepakbola Eropa atau Piala Dunia. Tujuannya mencari tempat penginapan atau kemudahan saat tugas liputan. Sekaligus sharing informasi budaya Indonesia.
Irmina--lidah saya sulit menyebut nama belakangnya- yang berusia 22 tahun- wanita yang mandiri. Bule Polandia itu tinggal di sebuah apartemen. Seorang diri. Tak sembarang orang bisa masuk. Tentu dia sangat selektif.
Saya diajak mampir ke apartemennya. Saya kaget ketika dia sodorkan buku tentang Indonesia berbahasa Polandia. Dia sempat mengetes pengetahuan saya soal Indonesia.
Si Pirang ini  mengajak saya keluar kota: dari Warsawa ke Krakow. Dengan kereta cepat. Kami berbagi cerita. Soal segala hal. Sepanjang perjalanan sekitar 2 jam. Bangunan eksostis menyegarkan mata dan pikiran.
Dia menggiring saya ke Katedral Wawel. Istana tempat pemakaman raja-raja dan tokoh penting Polandia. Kami juga melangkah ke kawasan alun-alun. Di sana ada gereja St. Mary yang indah. Aslinya dibangun pada tahun 1222.
Lain lagi dengan Anna Stepien. Juga orang Polandia. Anna kuliah di University of Warsaw. Dia mengambil jurusan antropologi Strata 2 (S-2).
Wanita 25 tahun ini cukup paham sejarah Polandia. Kami menyisir kota tua di Warsawa. Dia bercerita tentang Menara Benteng Warsawa. Sebuah kompleks raksasa berusia 5 ribu tahun. Terdiri dari benteng dan kuburan berlapis batu telah ditemukan di Polandia.
Penemuan ini terjadi setelah para arkeolog menyelidiki garis-garis pada tanaman di lapangan yang mereka lihat di foto satelit. Para arkeolog mulai menggali situs di pedesaan dekat kota Dbiany, sekitar 50 kilometer di timur laut Krakw.
"Pemakaman megalitik di Dbiany adalah salah satu situs terbesar dan paling menarik dari jenis ini di Eropa Tengah," Anna menjelaskan kepada saya.
Anna berbeda dengan kebanyakan wanita Polandia. Dia tidak suka pesta. Tidak doyan vodka. Anna wanita rumahan yang baik. Dia tak mau buang-buang waktu. Masa mudanya dihabiskan berkutat dengan buku.
"Saya beruntung mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia untuk belajar di Universitas Sam Ratulangi, Manado selama dua tahun," cerita Anna dengan bahasa Indonesia terpatah-patah.
Undangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tak serta merta begitu saja. Anna satu dari 50 mahasiswa University of Warsaw yang belajar bahasa Indonesia. Dia terbilang yang terbaik. Padahal baru belajar sekitar 5 bulan.
"Saya suka belajar bahasa. Di kampus Warsaw bahasa Indonesia menjadi mata kulihan pilihan," ujarnya.
Di Kota Poznan, Polandia, berbeda lagi. Poznan adalah pusat perdagangan, olahraga, pendidikan, teknologi, dan pariwisata. Ada Universitas Adam Mickiewicz, universitas Polandia terbesar ketiga yang menurut Anna membuka jurusan sastra bahasa Indonesia.
Dari keterangan staf Kedutaan Besar Republik Indonesia yang saya gali dikatakan, animo pelajar Polandia menimba ilmu di Indonesia terbilang tinggi.
Kisah Anna, saya ceritakan kepada Marcin Borowiecki, pemilik apartemen tempat saya tinggal di Czapelska, 2 km dari Stadion Warsawa. Pemuda ini sudah bekerja.
Hari pertama kenal dengannya, saya sudah 'dikerjain' minum vodka. Itu kali pertama saya kenal minuman keras. Hampir mau muntah!
Marcin Borowiecki pernah berkelana ke Skotlandia. Dia juga tertarik belajar bahasa Indonesia. Tapi, Â tersita dengan pekerjaannya sebagai kontraktor. Sesekali saya terjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Sok gaya!
Berbeda dengan Suzanna Taranczewska, yang saya kenal lewat Marcin Borowiecki. Cewek pirang berusia 27 tahun ini, bermimpi bisa pergi ke Indonesia.
Dia mengaku tahu Indonesia lewat media televisi. Suzanna ingin menyambangi Bali. Menurutnya Bali sangat indah. Dia menyukai pantainya yang eksotis. Berjemur dan bermain selancar.
"Saya akan belajar bahasa Indonesia dulu seperti Anna. Ya, saya akan datang ke negeri Anda, Bali," tuturnya.
Nah, promosi saya soal Indonesia ternyata mengena. Kami pun menuju trem untuk pulang bersama. Saya tinggal satu apartemen dengan Marcin Borowiecki. Sedangkan Suzanna Taranczewska entah dimana. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H