Mohon tunggu...
suryansyah
suryansyah Mohon Tunggu... Editor - siwo pusat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

warga depok paling pinggir, suka menulis apa saja, yang penting bisa bermanfaat untuk orang banyak. Email: suryansyah_sur@yahoo.com, siwopusat2020@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip

Im Stephansdom W.A Mozart Requiem

25 Mei 2021   08:35 Diperbarui: 25 Mei 2021   08:53 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JARAKNYA tak jauh dari apartemen yang saya tinggali di Pratersrase. Hanya dua pemberhentian stasiun kereta, saya tiba di Stephanprase. Tak lebih dari 10 menit perjalanan. Distrik 1 ini kawasan orang-orang kaya. Tempat mangkalnya turis kelas atas. Bukan seperti pelancong di kawasan Jalan Jaksa di Jakarta Pusat.

Stephanprase boleh jadi tak pernah tidur. Makin larut malam, makin banyak turis berseleweran. Ada yang minum bir atau kopi di cafe-cafe. Ada juga yang menikmati keindahan bangunan-bangunan tua bersejarah. 

Di sisi lain, belanja di toko-toko suvenir atau pemata yang tersedia. Meski banyak orang lalu lalang, tempat ini nyaris tak bising seperti fan zone yang menyaksikan pertandingan di layar lebar. Padahal, di tiap sudut atau cafe di Stephanprase juga disediakan televisi buat nonton bareng pertandingan sepakbola. Tapi, mereka tetap dingin, sedingin kota Wina di malam hari.

"Mereka menikmati pertandingan-pertandingan Euro, tidak gaduh seperti suporter lainnya," Johanna salah satu pemilik cafe yang buka 24 jam.

Bangunan eksotik di sekitarnya boleh jadi membuat mereka tenang. Di tengah-tengah hegemoni Euro sebuah gereja terbesar di Wina, Stephansdom, juga banyak dikunjungi turis mancananegara. 

Pintu masuk gereja tertulis: Im Stephansdom W.A Mozart-Requiem. Kabarnya, di gereja inilah dulunya Mozart beraktivitas. Untuk masuk ke Stephansdom, dipungut bayaran 10 euro. Belum termasuk lilin yang digunakan buat berdoa. Dari pucuk gereja yang tingginya sekitar 300 meter kita bisa melihat keindahan kota Wina yang dikelilingi beberapa danau dan perbukitan.

Yang tak kalah menarik, masyarakat Austria masih percaya magis. Itu terhampar dengan adanya sebuah sumur permintaan. Padahal, masyarakatnya masih banyak yang atheis atau tak percaya Tuhan. Jika ingin meminta sesuatu di sumur permintaan tersebut, kita harus melempar uang recehan atau kertas sembari membalikkan badan.

Konon, bila percaya, permohonannya bisa terkabul. Sumur yang luasnya sekitar 7x15 meter dengan kedalaman 15 meter itu tak bisa  diabadikan dengan bidikan kamera. Padahal, letaknya di tengah-tengah keramaian pusat pertokoan.

Ketika Austria dijajah oleh Jerman pada 1932, sumur permintaan tersebut jadi tempat perlindungan pejuang Austria. Tak pelak, sumur permintaan tersebut diabadikan oleh pemerintah Austria sebagai saksi sejarah.

Banyak orang mencari kedamaian dan kontemplasi di Katedral St. Stephen, terutama di Adven, untuk mempersiapkan waktu terbaik tahun ini dan Natal yang akan datang. Konser Advent di Katedral St. Stephen mengundang saat-saat jeda - saat-saat di mana seseorang dapat menarik diri dari hiruk pikuk musim pra-Natal untuk merenungkan kembali hal-hal penting.

Malam-malam atmosfer ini dirancang dengan musik kamar yang khusyuk dan lagu-lagu Advent yang paling indah dan ditafsirkan secara ahli oleh solois dari Vienna Chamber Orchestra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun