jika Borobudur adalah Bhumisambhara,
Prambanan adalah Sivagrha,
maka masih gelap bagiku menemukan nama kuna untuk Plaosan
yang kutahu hanya
ia adalah Si Kembar Selatan dan Utara
Sang Utara penuh berukir indah perempuan di reliefnya
Sang Selatan sesak berpahat gagah lelaki di tubuh batunya
Plaosan Lor
Plaosan Kidul
jika aku di tengah-tengahnya dan memandang angkasa saat gulita
bulan Desember, sebelum Surya mengudarakan cahaya,
maka bintang Agastya akan berkedip menggoda di langit Selatan
di atas Plaosan Lanang
dan oleh karenanya arah Utara segera bisa kutentukan
yang kutahu hanya
ia adalah bukti cinta putra Wangsa Sanjaya yang dibangun untuk
putri utama Samarattungga Wangsa Syailendra
cinta Rakai Pikatan adalah asmara yang merengkuh
cinta Pramodhawardani adalah kasih yang teduh
cinta mereka adalah peleburan sekaligus perpaduan
Hindu Siwa dan Budha
sore ini kau rengkuh bahuku
rambutku kau beri hiasan ~ bianglala
langit Barat merah tembaga berangsur jingga
di Plaosan senja mengecup jingga
menyisakan deru di jantung kita
lalu perlahan bisikmu menyentuh telinga
"Pangestuning Ibu, Pangestuning Bhumi"
Parung Mulya, 2 Februari 2021
Agastya: nama lain bintang Canopus;
Pangestuning: restu dari;
Puisi ini lahir dari karya lukis cat akrilik sahabat puisiku alumni kelas menulis Dee Lestari Semut Merah, Maitra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H