Sore ini aku hanya bisa menatap punggung kalian
Berjalan kaki telanjang menjauhiku yang tegak diam
Hanya kuasa bayangkan telapak-telapak kaki asing dari deterjen menempuhi aspal Jakarta yang panas
Hanya kuasa bayangkan telapak-telapak kaki yang karib air sungai jernih perbukitan melangkah kembali tinggalkan gedung tinggi metropolitan
Teringat olehku sawahmu tak sesubur tiga tahun lalu
Padimu tak serunduk bertahun yang lalu
Tanahmu tak selapang waktu dulu
Sore ini aku hanya bisa menatap punggung kalian yang mengemban kain buntalan putih tanpa jahitan
Kecamuk di benak sungguh riuh
Dulur Baduy Dalam,
Senyummu yang sederhana adalah kesahajaan
Pantang memintamu adalah kejujuran, hati jernih dan keteguhan
Selendang tenun sulam yang tiba-tiba tersusup untukku adalah caramu bersyukur untuk persahabatan
Langit biru Jakarta menuntunku kembali yang kini sering terbata-bata
: untuk berpuisi
Jakarta
9 Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H