Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pada Suatu Ketika, di Pantai

19 Januari 2021   04:46 Diperbarui: 19 Januari 2021   04:48 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perahu nelayan di pantai | dokpri

Pantai dan Kebetulan-Kebetulan

Kamu percaya kebetulan?
Kebetulan bisa terjadi di mana saja. Termasuk juga di pantai.
Pantai,
laut,
segara,
samudra.
Selama hikayat kehidupan manusia, mereka telah menyimpan cerita kebetulan-kebetulan sedemikian banyaknya baik yang terceritakan turun temurun berabad-abad maupun yang untold story.
Termasuk cerita nyata tenggelamnya kapal Titanic dan novel lama sebelum kejadian tenggelamnya Titanic, yang kisahnya mirip, pun judulnya juga mirip, Titan.

Anyway, kali ini kebetulan bagi saya adalah ketika menghambur ke pantai dan menemukan perahu nelayan yang bersandar di bibir pantai berbatu bertuliskan masing-masing "Bintang" dan "Rembulan". Ternyata, kata Bintang dan Rembulan itu kembali terngiang-ngiang, di sebuah kedai kopi -tak jauh dari situ- ketika lagu lawas diputar berulang-ulang dari youtube channel dengan suara jernih Arie Koesmiran. Penyanyi zaman dulu, eranya Bapak Ibu saat remaja,

"Pada bintang
dan rembulan
kuberjanji
setia selalu ...."

Lucu juga judul kapal itu. "Bintang", kosa kata yang cukup lazim. Namun: "Rembulan"? Mengapa harus "Rembulan"? Sudah jarang orang menyebutkan penghias langit di kala malam dengan kata "Rembulan". Begitu persis dengan kata yang dipakai oleh entah siapa penulis lagu berjudul "Setulus Hatimu Semurni Cintamu" itu. Mengapa bukan "Bulan" atau "Wulan" atau "Chandra" sekalian?

Ah, namanya juga kebetulan.

Baiklah, Bintang dan Rembulan. Kucatat kalian bersama dengan pantai dan aroma lautnya yang khas. Kubilang 'bau asin' karena kubayangkan air laut yang kaya kandungan NaCl alias Natrium Klorida alias garam. Ditambah dengan keringat ikan, ubur-ubur, plankton, kerang, dan hewan-hewan laut lain yang juga asin. Juga bintang laut.

Dan ... Aha!
Bintang laut. Bintang laut juga kutemukan terpahat di salah satu ayunan kayu di tanah berpasir putih di pantai itu, di sebelah pohon Waru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun